1.
LAPORAN
KEUNGAN
A. DEFINISI LAPORAN KEUANGAN
Laporan
keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya, sebagai
laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu
juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan denganlaporan
tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan
pengaruh perubahan harga.” Merupakan definisi laporan keuangan menurut Ikatan
Akuntansi Indonesia (2004, p2) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Sedangkan
menurut Harahap (2002, p7), yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah :
“Laporan keuangan merupakan produk atau hasil akhir dari suatu proses
akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para
pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan.
Disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggung jawaban
atau accountability dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan
suatu perusahaan mencapai tujuannya.”
Menurut
Wild, Larson dan Chiappetta ( 2007, p.17) Laporan keuangan adalah suatu
ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun bersangkutan
yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
Laporan keuangan
adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode
akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja
perusahaan tersebut.
Berdasarkan
definisi – definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud laporan
keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang berupa neraca, laporan
laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang terjadi selama satu tahun
bersangkutan atau selama satu periode akuntansi yang digunakan sebagai
pelaporan untuk menggambarkan aktivitas/kinerja perusahaan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan sehingga dapat menjadi suatu pertanggung jawaban dan dasar
pengambilan keputusan bagi para pemakainya.
B. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
Menurut Standar Akuntansi
Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tujuan laporan
keuangan adalah Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan menurut Keiso, Weygandt, dan Warfield (2002,
p.5). Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi
kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Suatu laporan keuangan dapat
bermanfaat bagi sejumlah pengguna apabila informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat
dibandingkan. Namun demikian, perlu disadari bahwa laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil
keputusan ekonomi
karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan
tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan.
Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan
manajemen (bahasa Inggris: stewardship), atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Pemakai yang ingin melihat apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban
manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.
Keputusan ini mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi
mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti
manajemen.
C. KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat
informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat
karakteristik kualitatif pokok yaitu:
1.
Dapat dipahami (Understandability)
Hendaknya laporan keuangan dapat dipahami/dimengerti
oleh pengguna laporan keuangan. Dengan asumsi pemakai memiliki pengetahuan yang
memadai mengenai aktivitas ekonomi, bisnis dan akuntansi.
2.
Relevan (Relevant)
Informasi harus relevan agar bermanfaat untuk
memenuhi atau mempengaruhi kebutuhan pemakai dalam proses penganbilan
keputusan. Unsur penting yang mempengaruhi relevannya informasi laporan
keuangan adalah materialitas. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau
kesalah yang sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan
(omission) atau kesalahan mencatat (mistatement).
3.
Keandalan (reliable)
Informasi berkualitas andal (Reliabel) bebas dari
pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan disajikan secara jujur
(faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan atau diharapkan
secara wajar disajikan
Termasuk dalam pengertian ini : substansi mengungguli bentuk
-
Netralitas (Neutrality)
Informasi harus
diarahkan pada kebutuhan umum pemakai tidak tergantung pada kebutuhan atau
keinginan pemakai.
-
Pertimbangan sehat (karena adanya
ketidakpastian)
-
Kelengkapan
Informasi dalam laporan
keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.
4.
Dapat diperbandingkan (Comparability)
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan
keuangan antar periode dan antar perusahaan untuk mengindentifikasi
kecenderungan (trend) dan mengevaluasi posisi dan kinerja keuangan serta
perubahan posisi keuangan secara relatif.
D. KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
Komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap biasanya
meliputi :
Menggambarkan posisi keuangan pada saat
tertentu. Pengertian neraca menurut Ikatan Akuntan Indonesian (2002, p1.9)
adalah :
“Neraca
merupakan pembagian lancar dengan tidak lancar dan jangka pendek dan jangka
panjang. Perusahaan menyajikan aktiva lancar terpisah dari aktiva tidak lancar
dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali
untuk industri tertentu yang diatur dalam SAK khusus. Aktiva lancar disajikan
menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh
temponya.”
Bentuk
neraca:
Rekening
|
Jumlah
|
No.
|
Rekening
|
Jumlah
|
Current assets :
|
Current liabilities :
|
|||
Cash
|
50.000
|
Account payable
|
150.000
|
|
Account receivable
|
25.000
|
Tax payable
|
40.000
|
|
Marketable securities
|
10.000
|
Salay payable
|
10.000
|
|
Inventory
|
115.000
|
Total CL
|
200.000
|
|
Total current assets
|
200.000
|
Long Term Debt :
|
||
Fixed Assets :
|
Bank
|
200.000
|
||
Land
|
150.000
|
Bond
|
250.000
|
|
Building
|
350.000
|
Total LTD
|
450.000
|
|
Mechine
|
150.000
|
Commond stock
|
300.000
|
|
Tools
|
150.000
|
Retained Earning
|
50.000
|
|
Total Fixed Assets
|
800.000
|
Total equity
|
350.000
|
|
TOTAL ASSETS
|
1.000.000
|
TOTAL ASSETS
|
1.000.000
|
Menggambarkan hasil usaha pada perode
tertentu. Pengertian laporan laba rugi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002, p1.14) adalah :
“Laporan
laba rugi perusahaan disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur
kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Laporan laba rugi
minimal mencangkup pos-pos berikut :
1.
Pendapatan
2.
Laba rugi usaha
3.
Beban pinjaman
4.
Bagian dari laba atau rugi perusahaan
afiliasi dan asosiasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas
5.
Beban pajak
6.
Laba atau rugi dari aktivitas normal
perusahaan
7.
Pos luar biasa
8.
Hak minoritas
9.
Laba atau rugi bersih periode berjalan.”
Bentuk
laporan laba/rugi:
n Sales Rp x
n Cost of goods sold :
n Inventory, 1 Jan Rp x
n Purchases Rp x (+)
n Total inventory Rp x
n Inventory, 31 Dec Rp x (-)
n Cost of goods sold Rp x (-)
n Gross profit Rp x
n Operating expenses :
n Marketing expenses Rp x
n Operating/general expenses Rp x (+)
n Total operating expense Rp x (-)
n Net operating income (NOI) Rp x
n Other income Rp x (+)
n Total income Rp x
n Cost of capital Rp x (-)
n Net operating income before tax Rp x
n Tax Rp x (-)
n Net income Rp x
Menggambarkan
kenaikan atau penurunan saldo laba/rugi
selama periode berjalan. Pengertian laporan perubahan ekuitas menurut Ikatan
Akuntan Indonesia (2002, p1.17), yaitu:
“Perubahan
ekuitas perusahaan mengambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau
kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu
yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan perubahan
ekuitas, kecuali
untuk
perubahan yang berasal dari transaksi dengan pemegang saham seperti setoran
modal dan pembayaran deviden, mengambarkan jumlah keuntungan dan kerugian yang
berasal dari kegiatan perusahaan selama periode yang bersangkutan.”
· Laporan
perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan
arus kas atau laporan arus dana
Menggambarkan
aliran kas dalam perusahaan selama periode tertentu. Sedangkan menurut
Penjelasan Ikatan Akuntan Indonesia (2002, p2.1) mengenai laporan aruskas
adalah sebagai berikut:
“Tujuan
pernyataan ini adalah memberi informasi historis mengenai perubahan kas dan
setara kas dari suatu perusahaan melalui laporan arus kas yang
mengklasifikasikan arus kas berdasarkan ativitas operasi, investasi maupun
pendanaan (financing) selama suatu periode akuntansi.”
·
Catatan atas laporan keuangan lain
Berisi infirmasi-informasi tambahan yang
mempengaruhi laporan keuangan. Namun, bukan merupakan elemen dari keempat
laporan keuangan tersebeut diatas serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan.
Sedangkan
menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2002, p1.18) mendefinisikan catatan atas laporan
keuangan sebagai berikut :
“Catatan
keuangan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah
yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan
perubahan ekuitas serta informasi tambaan seperti kewajiban kontijensi dan
komitmen. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang diharuskan
dan dianjurkan untuk diungkapkan
dalam
Pernyataan PSAK serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.”
Unsur
yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva,
kewajiban
dan ekuitas.
Sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinereja dalam laporan
laba rugi adalah penghasilan
dan beban.
Laporan posisi keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan
laba rugi dan perubahan dalam berbagai unsur neraca.
E. MANFAAT LAPORAN KEUANGAN
Laporan Keuangan memberikan manfaat ke banyak pihak yang
terbagi dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Internal
1. Pengelola (direksi & manajemen)
Laporan keuangan memberikan informasi yang digunakan
dalam pengambilan keputusan, evaluasi usaha yang sedang berjalan, melakukan
budgeting dan kontrol internal. Jika informasi keuangan yang diberikan akurat,
maka pengelola bisa mengambil keputusan dengan jernih berdasarkan data-data
yang dimiliki.
2. Karyawan
Karyawan Anda akan tertarik dengan informasi keuangan yang
terkait dengan stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Hal ini dapat
memberikan gambaran apakah perusahaan mampu memberikan balas jasa dan
menyediakan kesempatan bekerja dan berkarir untuk jangka waktu yang lama.
2. Eksternal
1. Investor/owner
Investor atau owner berkepentingan dengan informasi
yang berhubungan dengan resiko yang terkait dengan investasi modal. Informasi
tersebut akan membantu mengambil keputusan apakah harus menambah modal,
mengurangi atau menjual sahamnya. Selain itu investor juga perlu menilai
kemampuan perusahaan membayarkan dividen/bagi hasil.
2. Pemberi Pinjaman
Pihak yang memberi pinjaman berkepentingan dengan
informasi yang menunjukkan kemampuan perusahaan membayar hutang beserta
bunganya dengan tepat waktu. Laporan keuangan dapat membantu mereka untuk
menentukan besar plafon, bunga dan jangka waktu yang diberikan.
3. Supplier
Pihak supplier dan pemberi hutang jangka pendek
lainnya berkepentingan dengan informasi yang menunjukkan kemampuan perusahaan
membayar hutang jangka pendeknya. Informasi tersebut akan membantu supplier
untuk menentukan jumlah piutang yang diberikan dan jangka waktunya.
4. Pelanggan
Pelanggan memerlukan informasi yang berhubungan dengan
kelangsungan perusahaan, terutama pelanggan yang melakukan kerjasama jangka
panjang. Pelanggan yang loyal membutuhkan hubungan jangka panjang dan langgeng.
5. Pemerintah
Bagi pemerintah, mereka dapat menilai
kemampuan perusahaan dalam membayar pajak.
F. ASUMSI DASAR (SAK)
1. ACCRUAL
BASIS (DASAR AKRUAL) : Transaksi diakui pada saat terjadinya, bukan pada saat
kas diterima/dibayar.
2. GOING
CONCERN (Kelangsungan usaha)
G. ELEMEN-ELEMEN LAPORAN KEUANGAN
Transaksi dicatat ke akun-akun, sesuai dengan definisi elemennya. Elemen
laporan keuangan dipisah menjadi 2. Elemen yang menunjukkan posisi keuangan
(ada di laporan neraca), dan elemen yang menunjukkan kinerja (ada di laporan
laba rugi).
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
1. Aset
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai entitas sebagai hasil dari
transaksi di masa lalu, dan memiliki manfaat ekonomik di masa depan.
Dari definisi ini dapat ditarik beberapa poin penting elemen aset:
- Sumber daya ekonomi: Artinya, segala sumber daya ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh entitas merupakan aset. Sumber daya ini tidak hanya yang berwujud namun juga takberwujud. Contohnya:
- Berwujud: Gedung, Kas, Persediaan, Bahan Habis Pakai, Investasi (jika entitas membeli surat2 berharga/aset keuangan).
- Takberwujud: Lisensi yang dibeli, Paten yang dibeli, Hak Cipta yang dibeli, franchise yang dibeli-dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan.
- Dikuasai entitas: Artinya, suatu aset hanya cukup dikuasai secara substansi ekonomi, tidak harus dimiliki secara hukum (berdasar prinsip substance over form – substansi ekonomi mengungguli bentuk hukum). Contoh: Perusahaan X memiliki mobil secara hukum, tetapi mobil ini disewakan ke PT Y selama umur ekonomiknya (mobil depresiasi 5 tahun, disewa 4 tahun). Jadi, yang mencatat aset (aset sewa) adalah PT.Y.
- Sebagai hasil dari transaksi di masa lalu: Aset dikuasai entitas karena berasal dari transaksi di masa lalu. Sebagai contoh: didapat dari pembelian (gedung, mobil, persediaan, lisensi, paten), dari penjualan (kas, piutang), didapat dari transaksi pemberian (hibah).
- Memiliki manfaat ekonomik di masa depan: Manfaat ekonomik ini artinya dapat menghasilkan aliran masuk kas di masa depan (baik langsung maupun tak langsung). Contoh: piutang (nanti kalau sudah dibayar akan menghasilkan kas), gedung (jika digunakan untuk kegiatan administratif atau operasi akan menghasilkan aliran masuk kas). Kas (jika dimanfaatkan untuk membeli persediaan atau hal-hal lain, dapat menghasilkan aliran masuk kas secara tidak langsung)
Pada umumnya di Indonesia, aset disajikan di Laporan Posisi Keuangan
berdasar urutan kelancarannya. Walaupun hal ini bukan merupakan aturan yang
wajib. Kelancaran ini dilihat dari seberapa mudah aset dikonversi menjadi
kas/setara kas. Aset lancar adalah aset yang dikuasai entitas sampai satu
periode pelaporan (1 tahun kurang), contoh: kas (perputaran uang sangat cepat,
bisa jadi harian), piutang jangka pendek (piutang yang jangka pelunasannya
sampai 1 tahun), persediaan (perputaran persediaan barang dagangan juga cepat).
Aset tidak lancar adalah aset yang dikuasai entitas sampai lebih dari satu
periode pelaporan (lebih dari satu tahun). Aset tidak lancar dibedakan menjadi
berwujud dan takberwujud. Berwujud contohnya gedung (dikuasai lebih dari satu
tahun), mobil. Takberwujud contohnya lisensi, hak cipta, paten.
2. Liabilitas
Liabilitas adalah kewajiban masa kini entitas yang muncul dari kejadian di
masa lalu yang akan mengakibatkan aliran keluar manfaat ekonomik di masa depan.
Dari definisi ini dapat ditarik beberapa poin penting elemen liabilitas
yaitu:
- Kewajiban masa kini: Artinya, liabilitas itu merupakan kewajiban yang ada saat ini, untuk dilunasi di masa mendatang (pada saatnya, atau pada saat jatuh temponya). Contoh: utang usaha (sekarang kita punya kewajiban untuk melunasinya di masa depan).
- Muncul dari kejadian di masa lalu: artinya, kewajiban ini muncul karena kejadian transaksi di masa lalu. Misalnya, membeli mobil kredit (berarti sekarang kita punya utang untuk melunasi pembelian mobil).
- Mengakibatkan aliran keluar manfaat ekonomik di masa depan: artinya, kewajiban ini harus dilunasi di masa mendatang, menggunakan sumber daya ekonomik yang dimiliki. Misalnya, pelunasan kredit mobil menggunakan kas, pelunasan utang bank dengan penyerahan gedung (misalnya tidak punya uang).
- Bisa jadi, pada saat pelunasan, entitas tidak memiliki cukup dana atau aset lain yang bisa digunakan untuk melunasi. Dalam hal ini, entitas bisa melakukan penukaran kewajiban dengan ekuitas. Caranya dengan mengkonversi utang menjadi saham. (tadinya utang ke kreditor, diubah jadi utang ke pemilik). Contoh ini terjadi pada perusahaan aviasi Mandala tahun 2011.
3. Ekuitas
Ekuitas adalah hak residual pemilik atas aset entitas (atau disebut aset
bersih). Penjelasannya melalui persamaan akuntansi: Aset = Liabilitas +
Ekuitas. Liabilitas dipindah ke ruas kiri, maka Aset – Liabilitas = Ekuitas.
Aset yang sudah dikurangi dengan kewajiban-kewajiban ke kreditor
menghasilkan aset bersih. Ibaratnya, kewajiban ke kreditor dilunasi dengan
aset, sisanya adalah aset bersihnya. Aset bersih ini = ekuitas.
Dalam persamaan akuntansi, terlihat bahwa ekuitas yang merupakan hak
pemilik atas aset ini urutannya setelah liabilitas (aset = liabilitas +
ekuitas). Artinya, hak pemilik atas aset ini harus setelah dikurangi
pengembalian ke kreditor. Sehingga ekuitas adalah hak residual pemilik atas
aset.
Dari sisi perusahaan, terdapat perbedaan antara kewajiban ke kreditor
(liabilitas), dan kewajiban ke pemilik (ekuitas). Kewajiban ke kreditor, pokok
pinjamannya akan dilunasi. Sehingga, pada saat pelunasan utang akan habis.
Sedangkan kewajiban ke pemilik, pokok pinjamannya (modal) tidak akan hilang,
karena setoran pinjaman dari pemilik ini menunjukkan porsi kepemilikan. Pemilik
meminjami perusahaan yang baru berdiri dengan uangnya. Pinajaman ini adalah
modal yang diserahkan pemilik. Nanti, perusahaan akan mengembalikan ke pemilik
dalam bentuk pengembalian ke pemilik (untuk PT dalam bentuk dividen, untuk
perusahaan perorangan dalam bentuk prive).
Ketika perusahaan mengembalikan ke pemilik, tentu saja porsi setoran
pemilik dalam ekuitas jangan sampai berkurang. Misalnya, setor sejumlah
Rp10.000, maka jika pemilik ingin mendapat hasil Rp1000, jangan sampai Rp1.000
ini mengambil dari Rp10.000 yang disetorkan. Rp1.000 ini harusnya diambilkan
dari saldo laba (laba/rugi dari laporan laba rugi yang sudah masuk di ekuitas).
Jadi, misalnya setor Rp10.000, perusahaan selama tahun berjalan menghasilkan
saldo laba Rp5.000, maka jika pemilik ingin mendapat pengembalian dari
pinjamannya, pengembalian ini diambilkan dari saldo laba Rp5.000. Konsep ini
disebut sebagai konsep pemeliharaan modal (capital maintenance).
Artinya, perusahaan harus dapat memelihara modal yang disetorkan oleh pemilik.
Pemeliharaan modal ini dalam bentuk fisik (physical capital maintenance)
atau keuangan (financial capital maintenance). Perbedaannya dari cara
melihatnya.
Pemeliharaan fisik adalah, jika di awal pemilik menyetorkan ke perusahaan
kemampuan untuk menghasilkan barang sejumlah 10.000, maka jika pemilik mau
menikmati hasil setorannya, maka pengambilan ini jangan sampai mengurangi
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang 10.000.
Pemeliharaan keuangan adalah, jika di awla pemilik menyetorkan ke
perusahaan Rp10.000, maka jika pemilik mau menikmati hasil setorannya, maka
pengambilan ini jangan sampai mengurangi setoran keuangan Rp10.000.
Penghitungan ekuitas dalam laporan perubahan ekuitas adalah sebagai
berikut:
Ekuitas Awal (dari periode sebelumnya) + Setoran Modal Tambahan (jika
pemilik menambah setoran) – Pengembalian ke Pemilik (dividen atau prive) +
Saldo Laba (dari laba rugi).
Dari perhitungan dalam perubahan ekuitas, dapat disimpulkan bahwa ekuitas
tidak sama dengan modal. Walaupun dalam persamaan dasar, ekuitas = modal (capital).
Namun setelah entitas berkinerja, ekuitas = modal + saldo laba.
Kinerja (Laporan Laba Rugi)
Kinerja adalah kegiatan berupaya untuk mendapatkan hasil. Upaya ini disebut
Beban (Expense), hasilnya adalah Pendapatan (Revenue). Selisih antara Beban dan
Pendapatan adalah laba/rugi.
1. Pendapatan
Pendapatan adalah sumber pemerolehan dana yang berasal dari kegiatan usaha
baik rutin (pendapatan) maupun nonrutin (untung).
Pendapatan dikelompokkan menjadi:
- Pendapatan rutin
- Pendapatan rutin dari kegiatan operasi (penjualan barang dagangan, pendapatan jasa)
- Pendapatan rutin dari kegiatan nonoperasi (pendapatan bunga bank)
- Pendapatan nonrutin
- Untung (misalnya untung penjualan aset tetap – karena tidak setiap periode kita bisa menjual aset tetap, dll).
2. Biaya (Expense – berdasar PSAK 1:
Beban)
Biaya adalah penggunaan sumber daya yang berasal dari kegiatan usaha baik
rutin (biaya) maupun nonrutin (rugi).
Biaya dikelompokkan menjadi:
- Biaya rutin
- Biaya rutin dari kegiatan operasi (biaya usaha, kos barang terjual/COGS)
- Biaya rutin dari kegiatan nonoperasi (biaya administrasi, biaya asuransi, biaya gaji)
- Biaya nonrutin
- Rugi (misalnya rugi penjualan aset tetap – karena tidak setiap periode kita bisa menjual aset tetap, dll).
H. KELEMAHAN LAPORAN KEUANGAN
1.
Laporan Keuangan bersifat historis
2.
Laporan Keuangan bersifat umum
3.
Proses penyusunan laporan Keuangan menggunanakan taksiran dan berbagai
pertimbangan
4.
Akuntansi hanya melaporkan yang materiil (materiality)
5.
Laporan Keuangan bersifat konservatif dlm menghadapi ketidak pastian
6.
Laporan Keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis dari suatu transaksi
7.
Laporan Keuangan disusun dg istilah-istilah eknis
8.
Laporan keuangan dg berbagai alternatif metode yg dpt menimbukan variasi dalam
mengukur sumber-sumber ekonomi
9.
Informasinya bersifat kuantitatif
10.
Angka-angka akuntansi didasarkan pada hasil transaksi pertukaran, sehingga
menggambarkan nilai pada saat itu
11.
Angka-angka di suatu laporan berkaitan dengan lap. lainnya,
12.
Perubahan daya beli tidak tergambar dalam laporan keuangan
2.
AKUNTANSI
PERSEDIAAN
A. PENGERTIAN PERSEDIAAN
Persediaan merupakan salah satu aktiva yang
paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga
merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang.
Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis
sedang berfluktuasi. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan
adalah seperti kutipan berikut.
Ikatan Akuntansi Indonesia
(2007:14.3) mengemukakan bahwa: Persediaan adalah aset:
a. Tersedia untuk dijual
dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi
dan atau dalam perjalanan; atau,
c.
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (suplies) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
Menurut Skousen, Stice,
Stice (2004:653), ”persedian ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk
dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur,
maka kata ini ditujukan untuk proses produksi atau yang ditempatkan dalam
kegiatan produksi”.
Kieso, Weygandt, Warfield
(2002:443) mengatakan bahwa ” persediaan (inventory) adalah pos-pos
aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang
akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual”. Pendapat Warren, reeve, Fess (2005:440)
mengatakan persediaan adalah ”barang dagang yang disimpan untuk dijual dalam
operasi bisnis perusahan, dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau
disimpan untuk tujuan itu”. Persediaan yang diperoleh perusahaan langsung
dijual kembali tanpa mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan
barang dagang.
Adapun menurut Sofjan Assauri
(1993:169) persediaan dapat didefinisikan sebagai berikut :
“ Persediaan adalah suatu
aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan denganmaksud untuk dijual
dalam suatu periode usaha yang normal “.
Persediaan merupakan sejumlah barang
yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari pelanggan. Dalam perusahaan
perdagangan pada dasarnya hanya ada satu golongan inventory (persediaan), yang
mempunyai sifat perputaran yang sama yaitu yang disebut “Merchandise Inventory”
(persediaan barang dagangan).
Persediaan ini merupakan persediaan
barang yang selalu dalam perputaran, yang selalu dibeli dan dijual dalam
operasi bisnis perusahaan, dan sesuai dengan pendapat warren, reeve dan Fess
maka perusahaan bisa saja menyimpan persediaan sebelum dijual didalam sebuah
gudang yang sering berlaku untuk pedagan-pedagang besar seperti retail yang
perputaran persediaannya cukup tinggi dan beragam untuk mengantisipasi
penjualan supaya tidak terjadi kekurangan persediaan. Namun, tidak
mengalami proses lebih lanjut di dalam perusahaan tersebut yang mengakibatkan
perubahan bentuk dari barang yang bersangkutan.
Jadi, secara umum pengertian Persediaan
(Inventory) adalah aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting
dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri
(manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50%
dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan
bangunan.
B.
JENIS-JENIS
PERSEDIAAN
Persediaan pada setiap
perusahaan berbeda dengan kegiatan bisnisnya. Persediaan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1.
Persediaan barang dagang
Barang yang ada digudang
dibeli oleh pengecer atau perusahaan dagang untuk dijual kembali. Barang yang
diperoleh untuk dijual kembali diperoleh secara fisik tidak diubah kembali,
barang tersebut tetap dalam bentuk yang yang telah jadi ketika meninggalkan
pabrik pembuatnya. Dalam bebrapa hal dapat terjadi beberapa komponen yang
dibeli untuk kemudian dirakit menjadi barang jadi. Misalnya, sepeda yang
dirakit dari kerangka, roda gir dan sebagainya serta dijual oleh pengecer
sepeda adalah salah satu contoh.
2.
Persediaan
manufaktur/perusahaan industri
Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barang-barang atau
bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut
menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi
perusahaan lain, hal ini tergantung dari jenis dan proses usaha utama
perusahaan.
Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas
dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang, benang merupakan barang
jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang
yang diolah menjadi kain sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian
jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya.
Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaan-perusahaan
manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu:
§
Persediaan bahan baku (Direct Material)
Barang berwujud milik
perusahaan yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya dengan
menambang) dan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan kegiatan
perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi,
sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak Pemasok serta tingkat
efisiensi penjadualan pembelian dan kegiatan produksi.
disimpan untuk penggunaan
langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali.
§
Persediaan barang dalam proses
Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang
jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya
produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses
produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan
bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka
memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan
tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian proses pengolahan bisa
dipercepat. Cara lain adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya
sendiri.
§
Persediaan Barang jadi
Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat
segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi
sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer
keuangan dapat merangsang peningkatan penjualan dengan cara mengubah
persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil
(marginal risk). Tetapi tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai
persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap
membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai
piutang dagang), karena dengan demikian untuk menuju realisasi kas tinggal satu
langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan
piutang.
·
Persediaan rupa-rupa
Barang seperti perlengkapan
kantor kebersihan dan pengiriman, persediaan ini biasanya dicatat sebagai beban
penjualan umum.
C.
TUJUAN
PENILAIAN PERSEDIAAN
Dalam proses akuntansi persediaan memerlukan adanya penilaian (valuation),
karena persediaan merupakan bagian dari cost yang akan dimatch dengan revenue,
dan akan menghasilkan income dan penyajian laporan arus kas.
Dengan melihat sifat-sifat dasar persediaan dalam hubungannya dengan
kegiatan perusahaan dan tujuan serta konsep dasar akuntansi, maka persediaan
merupakan input values. Metode tersebut merupakan salah astu konsep penilaian
terhadap inventory yang akan menjadi dasar dalam penyajian di neraca.
Penekanan pembahasan tujuan teori akuntansi terhadap inventory, adalah
menentukan alternative pedoman untuk mengevaluasi prosedur yang dapat
memberikan penilaian (pengukuran) yang lebih baik dan memberikan informasi yang
lebih baik tentang arus kas perusahaan dikemudian hari. Beberapa dasar
pengukuran inventory dari segi kadar interpretasi dan revaluasi bagi pengambil
keputusan investasi.
Adapun tujuan penilaian
persedian antara lain adalah:
Pertama adalah dalam upayanya untuk mematch cost terhadap revenue yang
berkaitan, sehingga dihasilkan income, proses ini merupakan tujuan dasar
akuntansi tradisional. Penekanan pada perhitungan net income yang didasarkan
kepada revenue pada saat penjualan memerlukan adanya alokasi biaya ke peiode
dimana revenue dilaporkan yaitu cost of goods sold. Sedangkan nilai inventory
yang belum terjual akan dibawa ke periode berikutnya dalam laporan keuangan
perusahaan.
Jadi dalam proses pengukuran income sangat mirip dengan ciri-ciri umum pada
penilaian prepaid expense dan aktiva tetap atau disebut penangguhan expenses,
yaitu atas dasar input prices, kemudian untuk menentukan nilai cost of goods
sold dapat juga dilakukan melalui perhitungan (rumus) yang lazim digunakan
dalam persediaan. Namun demikian dalam keadaan tertentu persediaan dinilai
berdasarkan output values (harga jual) untuk memperoleh penilaian income.
Tujuan kedua pengukuran inventory lainnya adalah untuk menyajikan nilai
barang-barang perusahaan didalam komponen neraca (laporan keuangan).
Tujuan ketiga pengukuran inventory adalah membantu investor untuk
memprediksi arus kas dikemudian hari, yaitu dipandang dari jumlah inventory
sebagai resources yang akan mendukung arus kas dan jumlah inventory yang akan
dijual kemudian hari dan akan mempengaruhi arus kas keluar.
D. BIAYA-BIAYA PERSEDIAAN
Persediaan pada dasarnya akan menimbulkan biaya-biaya yang berpengaruh
besar pada penentuan jumlah aktiva lancar dan total aktiva, harga pokok
penjualan, laba kotor, laba bersih dan taksiran pajak. Penilaian persediaan
membutuhkan penilaian yang cermat dan sewajarnya untuk dimasukkan sebagai harga
pokok dan mana saja yang dibebankan pada tahun berjalan.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007:14.2) mengatkan bahwa
”biaya persediaan meliputi semua biaya pembelian, biaya produksi dan biaya
lain-lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi siap untuk
dijual/dipakai. Biaya persediaan yang sering dikaitkan atau di artikan sebagai
harga pokok penjualan dalam perusahaan dagang yaitu biaya pembelian yang
meliputi harga pembelian, bea masuk/ pajak lainnya. Biaya pengangkutan dan
lain-lain. Adapun yang mempengaruhi biaya pembelian tersebut.
Biaya-biaya yang ditimbulkan dari persedian tersebut dapat berupa biaya
tetap dan biaya variable. Menurut Bambang Rianto (1995)
menyatakan bahwa untuk tujuan perencanaan besarnya persediaan kita hanya
memperhatikan yang variabelnya saja dari biaya-biaya persediaan tersebut yang
secara langsung akan terpengaruh oleh rencana tersebut.
Biaya Variabel dari persediaan tersebut dapat digolongkan kedalam :
1.
Procurement atau Ordering Cost
Ordering cost adalah biaya-biaya yang
berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang terdiri dari :
(1) Biaya selama proses pesanan/ dalam perjalanan
a. Persiapan-persiapan yang
diperlukan untuk pemesanan
b. Penentuan besarnya kuantitas yang
akan dipesan
sedangkan untuk Penjualan
dilakukan dengan dua cara:
§ Syarat
penjualan prangko gudang FOB (free on board) shipping point, hak atas
barang dipindahkan kepada pembeli ketika barang dimuat ke alat angkut ketika
akan diangkut. Dengan persyaratan ini maka penerapan atas pengiriman pada akhir
tahun akan memerlukan pencatatan penjualan dan penurunan persediaan dalam
penjual. Dimana hak itu berpindah pada saat pengangkutan, barang-barang dalam
perjalanan akhir tahun harus dimasukkan dalam persediaan pembeli,meskipun
barangnya belum tiba. Penetapan jumlah barang dalam perjalanan pada akhir tahun
dilakukan dengan mengkaji pesanan-pesanan yang datang pada awal periode baru.
Catatan pembelian dibiarkan terbuka melampaui periode fiskal agar pencatatan
barang dalam perjalanan pada akhir periode dapat dilaksanakan, atau barang
dalam perjalanan dapat dicatat dengan menggunakan ayat penyesuaian.
§
Jika
syarat penjualan pranko gudang pembeli (FOB) destination, maka penerapan
aturan hukum tidak memerlukan pengakuan transaksi sebelum barang diterima
pembeli. Dalam hal ini, karena sulit menetukan apakh barang-barang telah
mencapai tujuannya pada akhir tahun atau belum, penjual akan lebih suka
mengabaikan aturan hukum dan menggunakan saat pengangkutan sebagai dasar
pengakuan penjualan dan penurunan persediaan.
(2) Biaya pengiriman pesanan
(3) Biaya penerimaan barang yang dipesan
a. Pembongkaran dan pemasukan ke
gudang
b. Pemeriksaan material yang
diterima
c. Mempersiapkan laporan penerimaan
d. Mencatat kedalam “Material Record
Card”
(4) Biaya-biaya processing pembayaran
a. Auditing dan perbandingan antara
laporan penerimaan dengan pesanan yang asli
b. Persiapan pembuatan cheque untuk
pembayaran
c. Pengiriman cheque dan kemudian
auditnya
2. Carrying Cost
Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah
sesuai dengan besarnya persediaan. Penentuan besarnya carrying cost didasarkan
pada “Average Inventory ” (persediaan rata-rata), dan biaya ini dinyatakan
dalam persentase dari nilai dalam rupiah dari average inventory. Biaya-biaya
yang termasuk kedalam carrying cost adalah :
(1) Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang
(2) Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak
(3) Biaya untuk menghitung atau menimbang barang yang dibeli
(4) Biaya asuransi
(5) Biaya modal
(6) Biaya absolescence
(7) Pajak dari persediaan yang ada dalam gudan
Selain biaya-biaya diatas
ada biaya-biaya lain yang mempengaruhi persediaan antara lain:
3.
Diskon
Diskon (potongan harga) yang
diperlakukan sebagai pengurang biaya dalam pencatatan pembelian barang juga
harus dipelakukan sebagai pengurang biaya persediaan. Diskon dagang merupakan
potongan dari daftar harga yang berlaku menjadi harga yang benar-benar
dibebankan kepada pelanggan. Besarnya diskon yang diberikan dapat bervariasi
menurut faktor-faktor tertentu seperti kuantitas barang yang dibeli. Jadi
diskon dagang sering kali ditetapkan dalam sauatu seri. Contoh: Suatu
perusahaan menggambarkan daftar diskon dagangnya dalam suatu katalog sebagai
berikut:
Penjualan Diskon Jumlah
faktur bersih
$5000 20%X5000=1000 5000-1000=4000
$4000 10%X4000=400 4000-400= 3600
$3600 5%X3600=180 3600-180
= 3420
Diskon tunai adalah
ptongan harga yang diberikan faktur-faktur yang dibayar dalam periode tetentu.
Diskon tunai biasanya ditetapkan sebagai suatu persentase harga yang tidak
perlu dibayar. Bila mana faktur dibayar dalam beberapa hari tertentu, dan
jumlah penuh harus dibayar jika pembayaran melampaui dalam periode diskon.
Sebagai contoh, /10, n/30 berarti dalam dua persen diberikan sebagai diskon
tunai jika faktur dibayar dalam waktu 2 hari setelah tanggal faktur, tetapi
jumlah penuh dapat dibayar dalam 30 hari.
Secara teoritis persediaan harus dicatat dalam
jumlah setelah diskon yaitu harga faktur kotor dikurangi diskon yang dapat
diperoleh. Metode bersih ini menunjukkan kenyataan bahwa diskon yang tidak
diambil sebenarnya merupakan pengeluaran atau beban kredit yang terjadi karena
ketidakmampuan untuk membayar dalam periode diskon. Jumlah ini dicatat dalam
perkiraan diskon yang tidak diambil dan dilaporkan sebagai suatu pos terpisah
pada perhitungan laba rugi.
4.
Retur pembelian dan pengurangan harga
Penyesuaian atas faktur
perlu juga jika barang ternyata rusak atau jika kualitasnya lebih rendah
daripada yang dipesan. Kadangkala barang tersebut secara periodik dikembalikan
kepada suplier atau pemasok mungkin pembeli juga diberikan nota kredit oleh
pemasok untuk mengkompensasi kerusakan atau kualitas barang yang rendah dalam
kedua hal tersebut hutang akan berkurang dan dilakukan pengkreditan secara
langsung keperkiraan persediaan pada sistem perpetual, atau keperkiraan kontra
pembelian, yakni retur pembelian dan pengurangan harga, pada sistem persediaan
periodik.
Jurnal retur pembelian
1) periodik
utang usaha
xxx
retur
dan potongan pembelian
xxx
2) perpetual
utang usaha
xxx
persediaan xxx
5.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak pertambahan nilai
ditujukan untuk orang pribadi maupun badan yang timbul karena digunakannya
faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalm menyimpan,
menghasilkan,menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan
jasa kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba
termasuk bunga modal, sewa, tanah dan upah dan upah kerja merupaakan unsur
pertambahan nilai yang menjadi dasar PPN.
6.
Biaya lain-lain
Biaya lain-lain yaitu
biaya yang dikeluarkan untuk menempatkan persediaan dalm kondisi dan tempat
siap dijual.
E. METODE PENCATATAN PERSEDIAAN
Untuk menentukan jumlah barang yang masih dikuasai oleh perusahaan pada
suatu saat dapat ditentukan melalui beberapa cara yaitu:
1. Metode stock
opname atau periodic method
Menurut Weygandt, Kieso,
Kimmel (2007:262) mengemukakan bahwa :
Dalam metode stock opname
atau persediaan periodik (periodic inventory system), rincian persediaan
barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus menerus dalam satu periode.
Harga pokok penjualan barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi
(seara periodik). Pada saat itu, dilakukan perhitungan persediaan secara
periodik untuk menentukan harga pokok barang yang tersedia (persediaan barang
dagang). Untuk menentukan harga okok penjualan dalam sistem periodik, harus:
(1) menentukan harga pokok barang yang tersedia pada awal periode (coet of
goods on hand), (2) menambahkannya pada harga pokok barang yang dibeli (cost
of goods purchsed), (3) mengurangkannyadengan harga pokok barang yang
tersedia pada akhir periode akuntansi.
Menurut Dycman, Dukes,
Davis (2000:381) mengatakan bahwa:
Dalam sistem persediaan
periodik, perhitungan periodik aktual atas barang-barang yang ada ditangan pada
akhir periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang-barang
dihitung, ditimbang, atau jika tidak diukur, dan jumlahnya dikaitkan dengan
unit biaya untuk memberi nilai persediaan.
Persediaan yang merupakan komponen
cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan
dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data/catatan dan perhitungan
barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada CGS ada
kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung jumlah
barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir, cara ini merupakan
ketentuan yang harus dilakukan oleh manajemen untuk menentukan jumlah
persediaan akhir.
Sehingga kalau terjadi adanya barang
yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dan sebagainya, maka hal ini
bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan laba – rugi tidak atau kurang
informative. Karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai
kerugian extraordinary item, kemudian dengan perhitungan stock opname secara
berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat
manajerial secara cepat.
2.
Menggunakan
metode pencatatan perpetual.
Menurut Niswonger, Warren,
Reeve, dan Fess (1999:366):
Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan
dan penurunan baran dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat
kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode
akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan
mendebit persediaan barang dagang dengan mengkredit kas atau utang usaha. Pada
tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit
harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang dagang.
Penggunaan sistem
perpetual memberikan sarana pengendalian yang paling efektif atas aktiva
tersebut, demikian juga adanya kekurangan dapat ditentukan dengan mengadakan
perhitungan periodik barang dan membandingkan perhitungan tersebut dengan saldo
buku tambahan. Pemesanan kembali barang secara tepat waktu dan pencegahan
kelebihan persediaan dapat dicapai dengan membadingkan saldo buku tambahan
dengan tingkat persediaan maksimum dan minimum yang ditentukan terlebih dahulu.
Dycman, Dukes, Devis
(2000:383) mengatakan bahwa, ” apabila sistem persediaan atas akun buku besar
atas dasar lancar”. Catatan persediaan perpetual untuk setiap barang harus
memberikan informasi
penerimaan, pengeluaran dan saldo ditangan. Dengan inforasi ini, kuantitas
periodik dan penilaian barang yang ada ditangan tersedia setiap waktu. Jadi
perhitungan periodik tidak diperlukan kecuali memverifikasi jumlah persediaan.
Perhitungan periodik
bisanya dilakukan secara tahunan untuk tujuan audit yang membandingkan
persediaan ditangan dengan catatan perpetual dan menyatakan data untuk setiap
jurnal penyesuaian yang dibutuhkan (misalnya kesalahan dan kerugian). Catatan
persediaan harus disesuaikan ke perhitungan periodik apabila terdapat perbedaan
pencatatan.
Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem
periodic:
Transaksi
|
Sistem Periodek
|
Sistem Perpetual
|
|||||
1.
|
Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000
|
Pembelian
Hutang
|
10.000
|
10.000
|
Persediaan Brg Dag
Hutang
|
10.000
|
10.000
|
2.
|
Retur pembelian Rp 500
|
Hutang
Retur Pembelian
|
500
|
500
|
Hutang
Persediaan Brg Dag
|
500
|
500
|
3.
|
Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan
harga pokok barang Rp 1.500
|
Piutang/Kas
Penjualan
|
4.000
|
4.000
|
Piutang/Kas
Penjualan
HPP
Persediaan Brg Dag
|
4.000
1.500
|
4.000
1.500
|
4.
|
Pada akhir tahun
|
Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena
tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
|
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui
persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan
|
||||
Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun
saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
|
Ikhtisar L/R
Persediaan B.D.
Persediaan B.D
Ikhtisar L/R
|
150
200
|
150
200
|
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan
saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak
perlu membuat jurnal.
|
3.
Menggunakan
metode gabungan antara metode pencatatan perpetual dengan stock opname.
4.
Menggunakan
metode penilaian berdasarkan hubungan agregatif
Yaitu gross profit method dan
realized inventory method. Dalam metode ini kesulitannya sama dengan kesulitan
yang dialami metode perpetual, kalau dalam hal pembahasannya adalah masalah
penentuan harga persediaan. Dalam metode ini juga lebih tepat kalau penentuan
jumlah dan nilai persediaan dikombinasi dengan stock opname.
F. DASAR
PENILAIAN PERSEDIAAN
Penilaian persediaan pada prinsipnya ada dua yaitu input values dan output
values, sedangkan kedua konsep tersebut dapat digunakan sesuai dengan siapa
pemakainya dan tujuannya. Kalau untuk pembuatan prediksi arus kas dikemudian
hari lebih relevan kalau digunakan output values, karena akan mencerminkan
nilai perusahaan pada saat itu. Sedangkan kalau kondisi nilai konversi tidak pasti
seperti kondisi di Indonesia tahun 1997 lebih relevan kalau digunakan input
values, karena akan memungkinkan interpretasi yang lebih baik sebagai prediksi
arus kas dikemudian hari untuk memperoleh persediaan kembali.
Output values
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa persediaan merupakan komponen
yang timbul diberbagai tingkatan proses produksi, yang pada umumnya memerlukan
kegiatan bernilai ekonomis yang cukup besar, maka dengan metode input values
lebih tepat. Tetapi dalam keadaan penentuan crucial event, yaitu menentukan
pada saat persediaan diserahkan kepada langganan (penentuan nilai jual), maka
lebih tepat kalau digunakan metode output values, karena memperhitungkan nilai
current persediaan kalau dijual pada saat itu.
Untuk konsep output values ini ada 3 (tiga) konsep yang dapat digunakan
yaitu:
Konsep Discounted Money Receipt: konsep ini
menekankan pada, bahwa persediaan dapat dinilai dengan mendiskontokan arus kas
dikemudian hari, dengan syarat:
- Nilai atau tingkat harga stabil dan ada kepastian yang tinggi.
- Timing penerimaan kas yang diharapkan cukup memberikan kepastian.
Current Selling Price: konsep ini
menekankan nilai persediaan berdasarkan harga jual (pasar) sehingga diperlukan
harga yang fixed, sehingga untuk konsep ini disyaratkan:
- Adanya suatu pasar yang terkendali dengan harga yang stabil – tetap.
- Tidak ada komponen biaya tambahan yang besar (material), misalnya biaya bunga atau diskonto dalam penerimaan hasil penjualan.
Net Realizable Values: dalam
konsep ini perhitungan biaya yang timbul dari penjualan seperti diskon
penjualan harus diperhitungkan dalam nilai penjualan bersih (Net Realizable
Values). Maka konsep ini merupakan konsep current output values dikurangi
dengan current values dari semua biaya tambahan, misalnya biaya penagihan,
biaya penjualan.
Sprouse dan Moonitz menyatakan: “……..Inventory yang
siap jual dengan harga yang telah diketahui dan biaya-biaya penjualan yang
relative kecil atau biayanya dapat diketahui secara langsung, maka inventory
dinilai dengan Net Realizable Values”, mereka menyatakan bahwa konsep ini bukan
merupakan penyimpangan prosedur penilaian yang lazim melainkan harus dianggap
“…….sejalan dengan tujuan akuntansi yang utama”.
Bulletin no. 43 menyatakan : “Hanya dalam kondisi khususlah, inventory dapat
dinyatakan dengan nilai diatas cost”, dalam bulletin ini konsep cost merupakan
konsep dasar utama bagi penilaian inventory. Jadi konsep Sprouse dan Moonitz
sesuai dengan konsep current selling price diatas. Sedangkan konsep bulletin
no. 43 disyaratkan :
- Kemungkinan pemasaran secara langsung harga yang di-quote.
- Barang dapat dipertukarkan (interchangeability of unit)
- Biaya tambahan dapat diperhitungkan
- Adanya unsur kesulitan menentukan penilaian cost secara tepat.
Rumus:
NRV = Taksiran harga penjualan
– taksiran biaya penjualan
Input Values
Pengukuran persediaan dengan input values merupakan pengukuran resources
yang dipakai untuk memperoleh persediaan pada kondisi saat ini, sehingga untuk
persediaan yang tidak perlu adanya proses produksi interpretasi mengenai nilai
persediaan (input values) sangat jelas. Karena input values disini
menggambarkan arus dari pada kas yang telah dikeluarkan sesungguhnya.
Sedangkan kalau input values tersebut dari nilai resources yang
dipergunakan dalam proses produksi, hal ini akan lebih menyulitkan untuk
menentukan input valuesnya, karena adanya proses penilaian resources ke periode
yang bersangkutan dan pengalokasian resources ke dalam masing-masing
departemen. Namun konsep ini dapat dikurangi tingkat kesulitan penilaiannya
dengan penerapan prosedur alokasi costnya, yang hasilnya akan langsung menjadi
investment decision model.
Dengan struktur akuntansi tradisional, selisih input dan output values
merupakan gross profit atau gross margin, sehingga semua metode yang menganut
konsep input values berarti adanya penangguhan pengakuan revenues dan net
income keperiode kemudian. Penundaan ini dapat dibenarkan apabila masih ada
kegiatan-kegiatan perusahaan yang harus dilakukan untuk pelaksanaan penjualan
atau karena output tidak verifiable.
Konsep input values pada dasarnya dinyatakan dengan historical cost atau dapat juga dengan current cost atau standard cost. Current cost disini menggunakan konsep net realizable values dikurangi dengan normal gross margin dari net realizable values.
Konsep input values pada dasarnya dinyatakan dengan historical cost atau dapat juga dengan current cost atau standard cost. Current cost disini menggunakan konsep net realizable values dikurangi dengan normal gross margin dari net realizable values.
COMWIL: merupakan metode penilaian masukan karena istilah “market” pada
dasarnya adalah konsep input values.
Historical cost
Dalam metode historical cost ini persediaan diukur berdasarkan pada
pembayaran yang dilakukan dimasa lalu atau harus dilakukan dimasa yang akan
datang untuk memperoleh barang atau jasa. Oleh karena itu kalau pembayarannya
dilakukan dimasa yang akan datang harga persediaan harus didiskontokan untuk
mendapatkan present cost.
Menurut konsep ini biaya produksi terdiri dari Biaya langsung: material,
tenaga langsung dan BOP, sedangkan avail atau tenaga kerja idle dapat
diperhitungkan sebagai COGS, tergantung kebijakan manajemen.
Keuntungan konsep ini:
- Inventory bahan baku dan barang dagangan mencerminkan harga yang sebenarnya.
- Dalam kondisi harga tidak pasti konsep ini merupakan alternative yang layak daripada net realizable values sebagai alat prediksi.
- Nilai persediaan tidak dipengaruhi oleh bias kebijakan manajemen.
- Penilaian dengan cost memungkinkan pertanggung jawaban mengenai kas dan sumber lain untuk memperoleh persediaan (cross evidence).
Kelemahan konsep ini:
- Untuk persediaan barang yang cepat usang dan nilai tambah atas barang tidak dapat disesuaikan harganya.
- Bila terdapat harga yang berbeda susah untuk diperbandingkan.
- Banyaknya unsur joint cost dan metode alokasi sehingga menyulitkan penilaian persediaan.
- Matching antara revenue dengan cost masa lalu kurang tepat.
Current Replacement Cost
Konsep ini adalah untuk mengurangi kelemahan dari konsep historical cost,
banyak penulis dan komite prinsip akuntansi menyarankan menggunakan konsep CRC
untuk mengukur persediaan. Dengan pertimbangan:
- CRC memungkinkan untuk matching antara current input value dengan current revenue atas hasil current operation.
- CRC memungkinkan identifikasi dari holding gains dan loss.
- CRC merupakan current value dari persediaan.
- CRC memungkinkan pelaporan current operation profit dapat digunakan sebagai prediksi arus kas dikemudian hari.
Net Realizable Values Dikurangi Normal Markup
Dalam konsep ini persediaan dinilai dengan konsep realizable values
dikurangi dengan gross profit margin yang normal, sehingga nilai persediaan
merupakan nilai perolehannya menurut konsep realizable.
COMWIL
Penilaian dengan konsep comwil sebenarnya tidak konsisten, dan bukanlah
penilaian inventory dengan dasar yang logis menurut teori akuntansi, tetapi
lebih menekankan pada unsur conservatism. Menurut AICPA konsep comwil merupakan
metode eclectical yang mencerminkan nilai keluaran dalam hal-hal tertentu dan
nilai masukan pada kesempatan yang lain. Pengertian market disini bisa cost dan
bisa replacement mana yang lebih rendah, sedangkan menurut AICPA bulletin no.
43 juga, bahwa market ini dibatasi nilai tertinggi (ceiling) dan terendah
(floor) adalah batas untuk net realizable values, sehingga comwil memungkinkan
penilaian yang sangat subyektif.
Standard cost
Current standard mencerminkan biaya produksi dibawah kondisi harga dan
teknologi yang sekarang dan formula ditetapkan setelah melalui perhitungan
standard efisiensi yang diinginkan sehingga menyerupai replacement cost.
Menurut AICPA bulletin no. 43 : “Standard cost dapat diterima apabila di-adjust
secara berkala agar mencerminkan kondisi sekarang sehingga pada tanggal neraca
standard cost secara layak merupakan approximate costs berdasarkan salah satu
cara penilaian yang diakui.
G. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN
Penilaian Persediaan
Berdasarkan Harga Pokok
Penentuan harga pokok
persediaan sangat bergantung dari metode penilaian yang dipakai yaitu metode
identifikasi khusus, FIFO, LIFO dan metode weighted average.
a.
Metode Identifikasi khusus
Dyckman, Dukes, Davis
(2000:392) mengatakan bahwa, ”metode identifikasi biaya khusus mensyaratkan
bahwa setiap barang yang disimpan harus ditandai secara khusus sehingga biaya
per unitnya dapat di identifiksi setiap waktu”. Jika barang yang terlibat berjumlah
besar atau mahal atau hanya dalam jumlah kecil yang ditangani, mungkin bisa
dilaksanakan penandaan atau penomoran setiap barang ketika dibeli atau
diproses. Metode ini memungkinkan dilakukannya identifikasi biaya per unit
khusus untuk setiap barang yang terjual pada tanggal penjualan dan tiap barang
yang tetap ada di persediaan. Dengan demikian, metode identifikasi biaya khusus
menghubungkan arus biaya secara langsung dengan arus baya secara periodik.
Dari sudut pandang
teoritis, metode identifikasi khusus sangat menarik, khususnya ketika setiap
unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun ketika persediaan
terdiri dari berbagai unsur atau unsur-unsur identik yang dibeli pada saat
berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi
lamban membebani dan memakan biaya. Oleh karena itu, metode ini sangat jarang
digunakan oleh perusahaan dagang.
b.
Metode LIFO (Last In First Out)
Ikatan Akuntan Indonesia
(2007:14,21) merumuskan metode LIFO sebagi berikut, “ rumus MTKP/LIFO
mengasumsikan barang yang dibeli atau diproduksi terakhir dijual atau digunakan
terlebih dahulu, sehingga yang termasuk dalam persediaan akhir adalah yang
dibeli atau diproduksi terlebih dahulu”. Dycman, Dukes, Davis (2000:396)
mengatakan bahwa, “metode LIFO untuk kalkulasi biaya persediaan menandingkan
persediaan yang dinilai pada biaya per unit akuisisi terbaru dengan pendapatan
penjualan periode berjalan. Unit-unit yang tetap ada dipersedian akhir
dibebankan pada biaya per unit terlama yang terjadi, dan unit-unit tersebut
termasuk pada harga pokok penjualan yang dibebankan pada biaya per unit terbaru
yang muncul.
Metode LIFO atau MTKP
terdiri dari dua macam yaitu:
1) Sistem periodik
Metode LIFO sistem
periodik adalah penilaian persediaan yang ditentukan dengan cara saldo periodik
yang ada dikalikan harga pokok per unit barang yang masuk pada awal periode.
Bila saldo periodik terlalu besar dari barang yang masuk pada awal periode, diambilkan
dari harga pokok per unit yang masuk berikutnya.
Contoh perhitungan
Metode LIFO sistem pencatatan periodik
Harga pokok barang yang
tersedia untk dijual
$1.120
Dikurangi persediaan akhir
(300 unit per perhitungan fisik )
200 unit @$1 (terlama
tesedia , dari persedian 1 Januari) $200
100 unit @ $1, 10 (
terlama tersedia berikutnya dari tgl 9 Jan)
$110
Persediaan akhir $310
Harga pokok penjualan $810
2) Sistem perpetual
Metode LIFO penghubung
perpetual adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan
persediaannya dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan. Setiap
kali ada transaksi, baik pembelian maupun penjualan (pemasukan dan
pengeluaran), langsung dicatat dalam kartu persediaan. Harga pokok penjualan
dicatat berdasarkan harga pokok barang pertama kali masuk. Jumlah yang masih
tersisa merupakan nialai persediaan akhir.Selama periode inflasi, penggunaan
metode LIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang terendah. Alsannya
adalah karena harga pokok barang yang diperoleh terahkhir akan mendekati nilai
ganti barang yang dijual. Dengan demikian metode ini memberikan perbandingan
yang lebih sesuai antara harga pokok dan laba.
Keutungan lain metode ini
adaah penghematan pajak karena laba yang dihasilkan adalah yang paling rendah,
sehingga akan menghasilkan pajak penghasilan yang lebih rendah. Bila
dibandingkan dentgan metode FIFO ataupun metode rata-rata dalam periode
deflasi, pengaruh yang terjadi adalah kebalikannya. Metode LIFO akan menghasilkan
kemungkinan laba bersih yang tertinggi. Alasan utama bagi mereka yang membela
metode ini adalah adanya kecenderungan untuk mengurangi pengaruh perkembangan
harga pada laba bersih. Kritik terhadap penggunaan metode ini adalah nilai
persediaan barang dagang yang ditetapkan di neraca dapat jauh berbeda dengan
nilai gantinya. Tetapi hal ini dapat diungkapkan dalam catatan yang menyertai
laporan keuangan.
c.
Metode FIFO (First in First Out)
Menurut Zulian( 2005:200),
“dengan metode FIFO, biaya persediaan dihitung berdasarkan asumsi bahwa barang
akan dijual atau dipaki sendiri dan sisa dalam persediaan menunjukkan pembelian
atau produksi yang terakhir”.
Ikatan Akuntan Indonesia
(2007:14.21) merumuskan metode FIFO sebagai berikut, “formula MPKP/FIFO
mengasumsikan barang dalm persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau
digunakan terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir
adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian”.
Sebagian perusahaan
mengeluarkan barang sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk
barang-barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat
berubah. Sebagai contoh, Toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam
rak-rak berdasarkan tanggal kadaluarsanya. Begitu juga dengan toko pakian memajang
pakaian sesuai dengan musim. Pada akhir musim toko ini biasanya memberikan
diskon untuk menjual pakaian yang musimnya sudah lewat atau ketinggalan mode .
Jadi, Metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus periodik atau
pergerakan barang .
Metode FIFO/MTKP dibagi
atas dua bagian, yakni:
1) sistem periodik
Menurut sistem FIFO yang berdasarkan atas metode
periodik niali persediaan akhir ditentukan dengan cara saldo periodik yang ada
dikalikan dengan harga pokok per unit barang yang terakhir kali masuk. Bila
saldo periodik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk, sisanya
dipergunakan harga pokok per unit yang masuk sebelumnya.
Contoh perhitungan
metode FIFO sistem pencatatan periodik
Persediaan awal (200 unit
pada $1) $200
Ditambah pemebelian selama
periode tersebut $920
Harga pokok barang
tersedia untuk dijual $1120
Dikurangi persediaan akhir
perhitungan periodik persdiaan
100 unit @ $1,26
(pembelian terbaru tgl 24) $126
200 unit @$ 1,16
(pembelian terbaru berikutnya tgl 15) $232
Total biaya persediaan
akhir $538
Harga pokok penjualan $762
2) Sistem perpetual
Metode FIFO perpetual
adalah suatu metode penilaian persediaan yang pencatatan persediaannya dilakukan
terus menerus dalm kartu persediaan. Setiap kali ada transaksi, baik pembelian
maupun penjualan (pemasukan dan pengeluaran) barang, langsung dicatat dalam
kartu persediaan. Harga pokok penjualan dicatat berdasarkan harga pokok barang
pertama masuk. Jumlah yang masih tersisa merupakan nilai persediaan akhir
merupakan nilai persediaan akhir.
Selama periode inflasi
atau kenaikan harga terus menerus, penggunaan metode FIFO akan menghasilkan
kemungkinan laba tertinggi dibandingkan dengan metode-metode yang lain,
karena perusahaan cenderung untuk menaikkan harga jualnya sesuai dengan
perkembangan pasar tanpa memperhatikan kenyataan bahwa barang yang terdapat
dalam persediaan telah diperoleh sebelum terjadinya kenaikan harga. Kenaikan
laba karena naiknya harga persediaan ini sering disebut sebagai laba persediaan
(inventory profit) atau laba semu (ilusory profit).
Dalam periode deflasi
dimana terjadi penuruna harga, pengaruh yang terjadi adalh kebalikannya. Metode
FIFO akan menghasilkan kemungkinan laba bersih yang terendah. Kritik utama
terhadap metode ini adalah adanya kecenderungan untuk lebih menambah pengaruh
kenaikan /penurunan harga pada laba yang di laporkan
d.
Metode Rata-Rata
1)
Rata-rata tertimbang ( Sistem pencatatan
periodik)
Ikatan Akuntan Indonesia
(2007:14.21) merumuskan metode rata-rata sebagai berikut :
dengan rumus biaya
rata-rata tertimbang, biaya setiap barang ditentukan berdasarkan biaya
rata-rata tertimbang dari barang serupa pada awal periode dan biaya barang
serupa yang dibeli atau diproduksi selama peride. Perhitungan rata-rata dapat
dilakukan secara berkala atau pada setiap penerimaan kiririman, bergantung pada
keadaan perusahaan.
Asumsi metode ini adalah
unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung harga pokok
penjualan serta persediaan akhir. Biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung
dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode
berjalan. Biaya rata-rata tertimbang per unit yang sama digunakan dalam
menentukan biaya persediaan barang pada akhir periode. Dycman, Dukes, Davis
(2000:393) menyatakan bahwa, ” biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung
dengan membagi jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode
berjalan dengan jumlah unit persediaan awal ditambah unit pembelian selama
peroide tersebut”.
Contoh Rata-rata
tertimbang ( sistem pencatatan periodik)
unit harga total biaya
per unit
Barang tersedia
1 Januari Persediaan awal 200 $ 1,00 $200
9 Pembelian 300
1,10 330
15 Pembelian 400
1,16 464
24 Pembelian 100
1,12 126
Total tersedia 1000
1.120
persediaan akhir rata-rata
tertimbang
31 Jan 300
1,12 336
harga pokok penjualan
rata-rata tertimbang:
Penjualan selama Januari 700 1,12
$784
unit biaya rata-rata
tertimbang
($1.120:1000)
Pengaruh perkembangan
harga berjalan secara rata-rata dalam hal penetapan laba bersih maupun dalam
penetapan harga pokok persediaan. Untuk suatu pembelian tertentu harga pokok
rata-ratanya akan sama, tanpa memperhatikan dari harga perkembangan harga.
Misalnya apabila urutan serta harga pokok per unit barang yang tersedia untuk
dijual adalah kebalikan dari urutan, maka hal ini tidak akan mempunyai pengaruh
terhadap laba bersih maupun harga pokok persediaan. Waktu yang diperlukan untuk
mengumpulkan data dalam metode rata-rata tertimbang biasaya akan lebih banyak
dibandingkan dengan metode-metode lain. Biaya tambahan yang harus di keluarkan
mungkin akan besar apabila pembelian dilakukan berkali-kali dan jenis barangnya
banyak
2) Rata-rata bergerak (
sistem pencatatan perpetual)
Apabila digunakan sistem
pencatatan perpetual, maka biaya per unit rata-rata bergerak digunakan. Metode
rata-rata bergerak biasanya dipandang objektif, konsisten dan tidak mudah
melakukan manipulasi karena sistem perpetual yang melakukan pencatatan setiap terjadinya
transaksi dam metode ini memberikan biaya rata-rata periode berjalan atas dasar
berkelanjutan.
Metode ini tidak
menandingkan biaya per unit paling akhir dengan pendapatan penjulan periode
berjalan. Namun menandingkan biaya rata-rata periode tersebut dengan pendapatan
dan nilai persediaan akhir, oleh karena itu jika biaya per unit pasti meningkat
atau menurun maka metode rata-rata bergerak akan memberikan jumlah persediaan
dan harga pokok yang berada diantara metode penilaian FIFO dan LIFO.
Penilaian Persediaan
Selain dari Harga Pokok
Dalam beberapa kasus,
persediaan dapat dinilai selain dari harga pokok. Warren, Reeve, Fess
(2005:456) mengatakan bahwa situasi macam itu timbul apabila “ biaya
penggantian barang-barang persediaan lebih rendah dari biaya yang tercatat dan
persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang,
perubahan gaya, atau penyebab lainnya”.
a. Nilai terendah
antara harga pokok atau harga pasar
Jika biaya penggantian
suatu persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya maka metode nilai
terendah antara harga pokok atau harga pasar (lowerof cost market method –
LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM
adalah biaya untuk mengganti barang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini
didasarkan pada jumlah yang biasanya dibelidari sumber pemasok. Dalam bisnis
yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun namun, dalam bisnis yang
teknologinya berubah cepat (misalnya televisi dan komputer), penuruna harga
sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan
laba bersih ) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar.
Skousen, Albrecht, Stice,
Stice (2001:395) mengatakan dasar pedoman dalam menerapakan aturan ini adalah:
1. menetapkan nilai pasar
sebagai berikut: a) biaya penggantian jika jatuh diantara harga tertinggi dan
harga terendah
b) harga terendah, jika
biaya penggantian lebih kecil dari harga terendah,
c) harga tertinggi, jika
biaya penggantian lebih tinggi dari pada harga harga tertinggi (sebagian dalam
praktik, pada saat biaya penggantian, harga tertinggi dan harga terendah
dibandingkan dengan harga pasar terendah selalu nilai di tengah-tengah).
2. Membandingkan nilai
pasar dengan harga pertama-tama dan memilih jumlah yang lebih rendah.
Penilaian Pada Nilai
Realisasi Bersih
Barang dagang yang telah
usang, rusak, cacat atau yang hanya bisa dijual dengan harga dibawah harga
pokok harus diturunkan nilaianya. Barang dagang semacam itu harus dinilai
dengan nilai realisasai bersih. Warren, Reeve, Fess (2005:457) mengatakan
bahwa, ” nilai realisasi bersih (net realizeble) adaah estimasi harga
jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan”.
Menurut Ikatan Akuntan
Indonesia (2007:14.5) menjelaskan bahwa ”persediaan harus diukur berdasarkan
biaya atau nilai realisasi bersih, yang lebihrendah (the lower of cost and
net reliazible value)”. Nilai persediaan bersih yang telah ditentukan harus
ditinaju kembali pada setiap periode berikutnya. Apabila kondisi yang semula
mengakibatkan penurunan nilai persediaan dibawah biaya ternyata tidak lagi
berlaku, maka jumlah penurunan nilai harus dieliminasi balik (reversed)
sedemikian rupa sehingga jumlah tercatat baru persediaan adalah yang terendah
dari biaya atau nilai realisasi bersih yang telah direvisi. Hal ini timbul
misalnya, jika suatu barang persediaan, yang dicantumkn sebesar nilai realisasi
karena harga jualnya telah turun, masih dimiliki pada periode berikutnya dan
harga jualnya telah meningkat.
c. Metode Eceran
Untuk penentuan harga
pokok persediaan Warren, Reeve, Fess (2005:459) mengatakan, “metode persediaan
eceran (retail inventory method) megestimasikan biaya persediaan
berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang sama. Untuk
menggunakan metode ini harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan
dan dijumlahkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan mengurangi
penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk
dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung
dengan mengalihkan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual
(eceran) barang dagang yang tesredia untuk dijual. Contoh:
Harga Pokok
(Cost) Harga Eceran
Persediaan 1
Januari 2005 $
60,000 $
100,000
Pembelian
Januari
2005 $
540,000 $ 900,000
Barang
tersedia untuk dijual $ 600,000 $ 1,000,000
% Cost thd
Harga Eceran= (600,000 : 1,000,000) x 100% = 60%
Penjualan $
700,000
Persediaan
akhir $
300,000
Nilai cost
persediaan akhir = 60% x $ 300,000 = $ 180,000
Persediaan Berdasarkan
Metode Laba Kotor
Soemarso (2002:394)
menyatakan bahwa, ”metode laba bruto atau metode laba kotor (gross profit
method): metode penetapan harga pokok persediaan secara taksiran yang
didasarkan atas hubungan, yang terdapat dalam periode yang lalu, antara laba
bruto dengan harga jual”. Metode laba kotor menggunakan estimasi laba kotor
yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestmasi persediaan pada
akhir periode. Laba kotor biasanya diestimsikan dari tahun sebelumnya,
disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dengan harga pokok dan harga
jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat laba kotor, penjualan
untuk suatu periode dapat dibagi dalam dua komponen: laba kotor dan harga pokok
penjualan. Harga pokok penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang
tersedia untuk dijual guna mendapat estimasi persediaan akhir barang dagang.
Metode laba kotor sangat berguna dalam mengistemasi
persediaan untuk laporan keuangan bulanan atau triwulan daam system persediaan
periodik. Metode ini juga berguna dalam mengistemasi harga pokok barang dagang
yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya. Umumnya laba kotor ini sudah
diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor
tahun-tahun sebelumnya.
Misalkan persediaan awal tahun 2005 $ 100,000 pembelian selama bulan
Januari $ 1,200,000 dan penjualan selama bulan Januari menurut rekening buku
besar $ 90,000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat
dihitung sebagai berikut:
Persediaan
1 Januari 2005
$ 100,000
Pembelian
Januari 2005 $
1,200,000(+)
Barang
tersedia untuk dijual $
1,300,000
Penjualan
$
900,000
Laba
Kotor (20% x $ 900,000) $
180,000(-)
Harga
pokok barang yang dijual $ 720,000(-)
Persediaan
akhir $ 580,000
Penyajian Terhadap
Laporan Keuangan
Laporan yang dibuat
perusahaan harus memberikan informasi yang cukup bagi pihak-pihak didalam dan
diluar perusahaan. Sehingga baik manajemen dan pihak luar yang berkepentingan
dapat mengambil keputusan yang informatif. Perusahaan harus dapat melaporkan informasi
mengenai kegiatan usahanya secara relevan dapat dipercaya dan dapat
diperbandingkan.
Dan kaitannya dengan
persediaan perusahaan harsu mengungkapkan metode-metode pencatatan dan
penilaian yang dipakai perusahaan secara konsisten. Penilain persediaan yang
diterakan harus diungkapkan dalam suatu penjelasan laporan keuangan yang
menguraikan secara garis besar semua kebijakan akuntansi yang di ikuti basis
penilaian seperti metode harga pokok (FIFO, LIFO, Average) harus dijelaskan.
Pada laporan neraca
persedian disajikan sebagai harta lancar Pada Laporan aba rugi, metode
penilaian persediaan berpengaruh dalam penentuan nilai persediaan awal,
persediaan akhir harga pokok penjualan dan penentuan laba kotor.
Pengaruh pada laba rugi
kadang-kadang sulit dievaluasi karena adanya perbedaan atau selisih yang dapat
dipengaruhi oleh suatu kesalahan. Suatu penetpan persediaan awal yang terlalu
tinggi (overstatement) akan mengakibatkan overstatement barang yang tersedia
dijual dan harga pokok pennjualan. Selanjutnya penetapan harga pokok penjualan
terlalu renah (understatement) akan menyebabkan laba bersih yang terlalu
rendah.
Perbandingan metode
penilaian persediaan tersebut jelas terlihat bila diperbandingkan antsrs metode
FIFO, LIFO, rata-rata tertimbang, retail, LCM serta laba kotor.
1. Perbandingan
pengaruh metode penilaian persediaan pada kondisi inflasi.
a. FIFO
Metode ini akan
menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling tinggi karenametode ini
mengasumsikan persedian akhir bersal dari persediaan yang paling akhir
diperoleh, akan menghasilkan harga pokok penjualan yang paling rendah, dan laba
kotor yang paling tinggi dibandngkan metode LIFO dan rata-rata.
Metode ini kurang baik
untuk mengatasi pengaruh inflasi karena peningkatan harga perolehan tidak
diimbangi dengan pembebanan pada penjualan persediaan, tetapi meode ini dapat
memberikan informasi persediaan yang dapat dipercaya.
b. LIFO
Metode ini akan
menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling rendah dibandingkan metode
lainnya (FIFO dan rata-rata). Nilai yang paling rendah tersebut karena pada
metode LIFO, persediaan akhir adalah persediaan yang paling awal diperoleh.
Dengan demikian, dengan metode LIFO akan diperoleh harga pokok penjualan yang
paling tinggi dan juga laba kotor yang paling rendah. Metode ini dalm kondisi
infalsi lebih cepat mengatasi pengaruh harga karena kenaikan harga perolehan
langsung diimbangi dengan pembebanan nilai tersebut pada setiap penjualan
persediaan.
c. Rata-rata Tertimbang
Metode ini merupakan
metode yang netral antara etode FIFO dan LIFO karena akan diperoleh nilai
persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba kotor diantara nilai metode
FIFO dan LIFO. Apabila digunakan metode rata-rata sistem periodik (weigted
average method) makametde rata-rata ini akan cenderung ke FIFO karena nilai
persediaan akhir cenderung lebih besar kepada persediaa yang paling akhir
diperoleh.
d. Retail
Metode ini dianggap lebih
mendekati nilai bersih yang dapat direalisasi dikurangi markup bersih. Metode
ini cenderung dengan metode FIFO karena persediaan akhir dinilai terlebih
dahulu dengan harga akhir metode rata-rata.
e. Metode LCM dan Laba
Kotor
Keduanya mempunyai dasr
penilaian yang berbeda dengan metode diatas. Penilian LCM sering bersifat
subyektif dan hanya didasarkan pada taksiran-taksiran dan apabila taksirannya
tidakmenjadi kenyataan maka akan menyebabkan kesalahan dalam laporan keuangan.
2. Perbandingan
pengaruh metode penilaian persediaan pada kondisi deflasi.
Pada metode LIFO akan
menghasilkan nilai perseiaan akhir yanag paling tinggi. Harga pokok penjualan
yang paling rendah dan laba yang paling tinggi. Metode FIFO akan menghasilkan
nilai persediaan akhir yang paling rendah, harga pokok penjualan yang paling
tinggi, ala kotor yang paling rendah. Metode rata- rata berbeda diantara
penilaian kedua metode diatas.
Dalam kondisi yang stabil,
harga akan konstan, maka penilian tersebut akan, baik pada persediaan akhir,
harga pokok penjualan maupun laba kotor. Sedangkan pada meode reatil, mempunyai
selisih dengan metode-metode diatas sebesar selisih harga pokok dengan eceran
serta markup bersih (harga eceran asli)
MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA
Nilai yang disajikan di neraca dpat saja nilai costnya seperti yang telah
ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca
dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost
dengan harga pasarnya.
Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara
cost dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan
dengan cost $ 1,000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan
tersebut adalah $ 900, maka yang disajikan di neraca adalah $ 900. Jika harga
pasar barang tersebut adalah $ 1,100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya
yaitu $ 1,000.
Yang dimaksud dengan cost adalah pasar harga yang tidak lebih tinggi
dari ceiling dan tidak boleh lebih rendah dari floor. Ceiling
adalah taksiran harga jual dikurangi dengan taksiran biaya penjualan barang
tersebut. Floor adalah ceiling dikurangi dengan laba normal. Misalkan
perusahaan telah menaksir biaya penjualan adalah 2% dari harga jual dan laba
kotor yang normal bagi perusahaan itu adalah 20% dari harga jual maka berikut
ini diberikan beberapa kemungkinan sebagai berikut:
Kasus
|
Cost
($)
|
Market
|
COMWIL
($)
|
|||
Replacement
Cost ($)
|
Floor
($)
|
Ceiling
($)
|
Market
($)
|
|||
A
|
.65
|
.70
|
.55
|
.80
|
.70
|
.65
|
B
|
.65
|
.60
|
.55
|
.80
|
.60
|
.60
|
C
|
.65
|
.50
|
.55
|
.80
|
.55
|
.55
|
D
|
.50
|
.45
|
.55
|
.80
|
.55
|
.50
|
E
|
.75
|
.85
|
.55
|
.80
|
.80
|
.75
|
F
|
.90
|
1.00
|
.55
|
.80
|
.80
|
.80
|
Dalam kasus A replacement cost berada di antara floor dan ceiling,
oleh karena itu replacement cost akan mewakili market untuk dibandingkan
dengan cost yaitu $ .65. Ternyata cost $.65 lebih rendah dari market
($.70) oleh karena itu harga yang dilaporkan adalah cost nya yaitu $
.65.
Dalam kasus B, replacement cost yang $.60 berada di antara ceiling,
dan floor oleh karena itu replacement cost dapat mewakili market
kemudian dibandingkan dengan cost $.65. Ternyata market lebih rendah,
maka yang disajikan di neraca adalah market.
Dalam Kasus C, replacement cost $.50 ternyata dibawah floor
maka market diwakili oleh floor, kemudian dibandingkan dengan cost,
ternyata floor lebih rendah, maka yang disajikan di neraca adalah floor
Dalam kasus D, replacement cost di bawah floor, maka market
diwakili oleh floor dan dibandingkan dengan cost. Ternyata cost
lebih rendah, maka yang disajikan di neraca adalah cost. Begitu juga
kasus E.
Dalam kasus F, replacement cost di atas ceiling, sehingga ceiling,
mewakili market dan dibandingkan dengan cost, ternyata lebih rendah,
sehingga yang disajikan di neraca adalah ceiling,.
3.
AKTIVA TETAP
PENGERTIAN AKTIVA TETAP
Aktiva tetap merupakan salah satu elemen dari aktiva pada neraca yang
digunakan dalam perusahaan. Pada umumnya setiap perusahaan memiliki aktiva
tetap untuk menunjang kegiatan usahanya. Aktiva tetap diharapkan dapat
memberikan masukan sehingga menghasilkan pendapatan di masa yang akan datang.
Beberapa pendapat mengenai pengertian aktiva tetap yang dikemukakan oleh para
ahli akuntansi dari berbagai literatur antara lain sebagai berikut :
Menurut Drs. Al Haryono Jusup, M.B.A., Akt dalam
bukunya “Dasar –dasar Akuntansi Jilid II” definisi aktiva tetap adalah sebagai
berikut : “Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasi
perusahaan dan tidak dimaksudkan untik dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan.”(2001 ; 154)
Menurut Drs. Mulyadi M. SC., Ak dalam bukunya “Sistem Akuntansi” mendefinisikan aktiva tetap sebagai berikut :“Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud,
mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan
untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali”.( 2001:591 )
Menurut Abdul Halim dan Bambang Supomo (2001: 154)
aktiva tetap adalah Aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki dan digunakan
untuk beroperasi dan memiliki masa manfaat dimasa yang akan datang lebih dari
satu periode anggaran serta tidak dimaksudkan untuk dijual. Adapun definisi
lain yang dikemukakan Horngren & Harison (1997: 502) adalah Aktiva yang
dapat digunakan dalam jangka yang lama dan bentuk fisiknya memberikan kegunaan
dari aktiva tersebut.
Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam
bukunya Standar Akuntansi Keuangan nomor 16 paragraf 5 menerangkan bahwa
pengertian Aktiva tetap adalah sebagai berikut:“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu yang digunakan dalam operasi
perusahaan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.”(PSAK,2002;16.2)
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aktiva dapat
disebut aktiva tetap apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Berupa wujud
fisik,
2.
Bersifat permanen,
3.
Digunakan dalam operasi perusahaan,
4.
Tidak dimaksudkan untuk dijual kembali, dan
5.
Memiliki nilai
manfaat lebih dari satu tahun.
PRINSIP
DASAR AKUNTANSI
Menurut Williams & Stargo (1997 : 470) ada empat
prinsip yang digunakan dalam akuntansi aktiva tetap yaitu :
1. Aktiva
tetap pada permulaannya dicatat pada historical cost.
2. Cost
dari aktiva tetap dialokasikan sebagai penyusutan atau deplesi dengan cara yang
sistematis dan rasional untuk mencapai kesesuaian biaya dan pendapatan selama masa
manfaat aktiva tersebut.
3. Penetapan
cost dan alokasi berikutnya dari cost diperlukan berdasarkan berbagai estimasi
dan asumsi tentang pemakaian dari aktiva tersebut.
4. Cost
yang tidak dialokasikan dari aktiva tetap yang disebut dengan nilai buku,
adalah tidak dimaksudkan untuk mendekati harga pasar dari aktiva tetap tersebut.
SIFAT
DAN PENGELOMPOKAN AKTIVA TETAP
Aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan
digolongkan kedalam dua kategori yaitu aktiva berwujud dan aktiva tidak
bewujud. Penggolongan semacam ini dikemukakan oleh Smith & Skousen (1997 :
387) serta menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (PSAK,2002.16.2) adalah sebagai
berikut:
1. Aktiva
tetap yang berwujud (tangible fixed assets)
Merupakan harta berwujud yang berumur jangka panjang
( lebih dari satu tahun periode akuntansi ) dan sifatnya permanent, digunakan dalam
aktivitas operasi perusahaan dan dibeli bukan untuk dijua lagi dalam opersi
normal perusahaan. Didalamnya meliputi; tanah, bangunan, perabot, mesin-mesin,
dan peralatan lain yang digunakan untuk menghasilkan atau memudahkan penjualan
barang dan jasa.
2. Aktiva
tetap tidak berwujud (intangible fixed assets)
Adalah aktiva berumur panjang yang tidak mempunyai
karakteristik atau tidak dapat diobservasi dan dilihat secara langsung yang
dibeli bukan untuk dijual kembali, serta digunakan dalam operasi normal
perusahaan. Aktiva tetap tidak berwujud merupakan hak-hak yang dimiliki yang
dapat digunakan lebih dari satu tahun, aktiva seperti ini mempunyai nilai
karena diharapkan dapat memberikan sumbangan pada laba. Didalamnya berbentuk
persetujuan, kontrak, atau paten, tetapi harta itu sendiri tidak memiliki
eksistensi fisik. Harata tak berwujud termasuk pos-pos seperti Patent, Hak
cipta ( copy right ), Merek dagang,
Franchise, goodwill, dan lain-lain.
- Patent
Patent adalah suatu hak yang diberikan kepada pihak
yang menemukan sesuatu hal baru untuk membuat, menjual atau mengawasi
penemunnya selama jangka waktu 17 tahun.
- Hak Cipta ( copy right )
Hak cipta adalah hak yang diberikan kepada pengarang
atau pemain (artis/aktor) untuk menerbitkan, menjual atau mengawasi
karangannya, musik atau pekerjaan pementasan.
- Merek Dagang
Merek dagang/cap dagang bisa didaftarkan sehingga
akan dilindungi oleh undang-undang. Hak untuk merek dagang adalah tak terbatas.
- Franchises
Franchises adalah hak yang diberikan oleh suatu
pihak (disebut Franchisor) kepada
pihak lain untuk menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh franchisor.
- Goodwill
Yang dimaksud dengan goodwill adalah semua kelebihan
yang terdapat dalam suatu usaha seperti letak perusahaan yang baik, nama yang
terkenal, pimpinan yang ahli dal lain-lain.
Pengelompokkan berdasarkan penyusutan mengenal dua macam jenis aktiva
tetap, yaitu:
- Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang mengalami penurunan manfaat melalui penyusutan yang dilakukan perusahaan seperti Building (Bangunan), Equipment (Peralatan), Machinery (Mesin), Inventaris, Jalan dan lain-lain.
- Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang mempunyai manfaat relatif tetap selama masa penggunaannya karena itu tidak perlu disusutkan nilainya seperti Land (Tanah).
Menurut Zaki Baridwan (1999:272) aktiva tetap dikelompokkan dalam 3
golongan, yaitu:
1.
Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan,
pertanian dan peternakan.
2.
Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya
bisa diganti dengan aktiva sejenis, misalnya bangunan, mesin, alat-alat, mebel,
kendaraan dan lain-lain.
3.
Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya
tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis, misalnya sumber-sumber alam seperti
bahan tambang, hutan dan lain-lain.
Jadi, secara umum penggolongan aktiva tetap untuk tujuan akuntansi dan
pelaporan keuangan dibagi dua, yaitu aktiva yang disusutkan dan aktiva tidak
disusutkan. Drs. Al Haryono Jusup, M.B.A., Akt dalam bukunya “Dasar–dasar Akuntansi Jilid II” (2001,155) menerangkan bahwa klasifikasi
aktiva tetap biasanya digolongkan menjadi 4 (empat) kelompok :
1. Tanah,
seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung-gedung
perusahaan.
2. Perbaikan
tanah, seperti jalan-jalan disekitar lokasi perusahaan yang dibangun
perusahaan, tempat parkir, pagar, dan saluran air bawah tanah.
3. Gedung,
seperti gedung yang digunakan untuk kantor, took, pabrik, dan gudang.
4. Peralatan,
seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan dan meubel.
KAPITALISASI
AKTIVA TETAP
Alokasi biaya yang tepat harus dilaksanakan diantara
berbagai pos aktiva dan beban karena akan mempengaruhi perhitungan laba untuk
serangkaian periode akuntansi. Oleh karena itu pendapatan hanya dapat diukur
dengan wajar apabila pengeluaran-pengeluaran ditetapkan dan dikelompokkan
seperti dikemukakan oleh Niswonger & Warren (1999 : 412), adalah sebagai
berikut :
1.
Pengeluaran Modal (Capital Expenditure)
yaitu biaya akuisisi aktiva tetap yang ditambahkan ke aktiva tetap itu sendiri
untuk meningkatkan nilai total aktiva tetap, atau memperpanjang umur manfaatnya.
2.
Pengeluaran Pendapatan (Revenue
Expenditure) yaitu biaya yang hanya menyumbangkan keuntungan dalam periode
berjalan atau biaya yang muncul sebagian dari proses reparasi dan pemeliharaan
normal.
Selain pertimbangan masa manfaat, kadangkala untuk
alasan kepraktisan, dilakukan penyimpangan yaitu jika:jumlah pengeluaran itu
relatif kecil, manfaat dimasa yang akan datang tidak begitu berarti, sulit
untuk mengukur manfaat dimasa yang akan datang maka pengeluaran itu dikelompokkan
sebagai pengelaran pendapatan (revenue expenditure).
PEROLEHAN
DAN PENCATATAN AKTIVA TETAP BERWUJUD
Aktiva tetap berwujud dapat diperoleh dengan
berbagai cara, dimana masing masing akan mempengaruhi penentuan harga perolehan
aktiva tetap berwujud yang bersangkutan. Harga perolehan aktiva tetap bisa disebut cost of fixed assets, meliputi semua pengeluaran yang diperlukan
guna mendapatkan aktiva tetap berwujud, sampai mendapatkan aktiva tetap
berwujud siap untuk dioperasikan dalam perusahaan.
Ada berbagai cara memperoleh, mendapatkan aktiva
tetap berwujud yang mempengaruhi harga perolehan yaitu :
1.
Pembelian
Tunai
Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian
tunai dicatat dalam pembukuan sejumlah yang dikeluarkan ditambah biaya-biaya
sampai dengan aktiva tersebut dapat digunakan seperti biaya angkut, premi
asuransi, dan sebagainya. Semua biaya diatas diklasifikasikan sebagai harga
perolehan aktiva tetap berwujud
Jurnal yang dibuat :
( D ) Aktiva tetap xxx
( K ) Kas xxx
2.
Pembelian
Angsuran
Pada pembelian kredit (angsuran), walaupun terdapat
adanya beban bunga namun aktiva tersebut akan dicatat sebesar harga tunainya,
sedangkan biaya bunganya akan dibebankan pada pendapatan selama jangka waktu
angsuran.
Jurnal yang dibuat :
(D)
Aktiva tetap xxx
(k) Hutang usaha xxx
Perhitungan untuk pembayaran angsuran adalah sebagai
berikut :
Angsuran
pertama
|
=
|
Harga pokok
|
:
|
Jumlah cicilan
|
=
|
xxx
|
Bunga angsuran
pertama
|
=
|
%
|
x
|
Sisa cicilan
|
=
|
xxx
|
Jumalah yanag harus dibayar xxx
Jurnal yang harus dibuat :
(D) Hutang
usaha xxx
(D) Bunga xxx
(K) Kas xxx
3.
Pertukaran
Aktiva Tetap Berwujud
Pertukaran dapat terjadi antara aktiva yang tidak
sejenis dan pertukaran-pertukaran aktiva
yang sejenis. Prtukaran aktiva yang tidak sejenis adalah pertukaran
aktiva yang sifat dan fungsinya tidak sama, misalnya tanah dan kendaraan.
Selisih antara nilai buku aktiva tetap yang diserahkan dengan nilai wajar yang
digunakan sebagai dasar pencatatan antara yang diperoleh pada tanggal transaksi
yang terjadi baru diakui sebagai “laba” atau “rugi” pertukaran aktiva tetap
berwujud. Pencatatan harga perolehan yaitu harga pasar aktiva yang diserahkan
ditambah uang yang dibayarkan, apabila harga harga tidak diketahui maka harga
perolehan aktiva baru sama dengan harga pasar aktiva lama.
Pertukaran aktiva tetap berwujud yang sejenis adalah
pertukaran aktiva yang sifat dan fungsinya sama, misalnya mesin dengan mesin.
Jurnal yang dibuat :
(D) Aktiva tetap (baru) xxx
(D) Akum.depre. Aktiva tetap xxx
(K) Aktiva tetap xxx
(K) Kas xxx
(K) Laba dari pertukaran xxx
Laba dari pertukaran adalah selisih antara harga
pasar dengan nilai buku. Sedangkan jurnal yang dibuat jika terdapat kerugian
pertukaran adalah :
(D) Aktiva tetap (baru) xxx
(D) Akum. Depr Aktiva tetap xxx
(D) Rugi dari pertukaran xxx
(K) Kas xxx
4.
Diperoleh
Dari Sumbangan (Donasi)
Dalam SAK dinyatakan bahwa :“aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar
harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun “modal
donasi”(PSAK.2002.167)
Berdasarkan pernyataan diatas diketahui bahwa untuk
Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan/donasi akan dicatat sebesar harga
pasarnya. Dalam menerima donasi mungkin dikeluarkan biaya-biaya yang jauh lebih
kecil dari nilai aktiva yang diterima, sehingga jika dicatat sebesar biaya yang
sudah dikeluarkan maka hal ini juga akan menyebabkan jumlah aktiva dan modal
tertentu kecil, juga beban depresiasi terlalu kecil
Jurnal yang dibuat :
(D) Aktiva tetap xxx
(K) Modal donasi xxx
5.
Aktiva
yang Dibuat Sendiri
Perusahaan mungkin membuat sendiri aktiva tetap
berwujud yang diperlukan seperti gedung, alat-alat, dan perabot. Beberapa
alasan perusahaan membuat sendiri Aktiva tetap berwujud adalah :
- Dapat menghemat biaya
- Menggunakan fasilitas yang menganggur
- Memperoleh kwalitas produk yang diinginkan
Semua biaya yang dikeluarkan ini dibebankan secara
langsung, termasuk biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik tidak menimbulkan masalah dalam penentuan cost/harga pokok
aktiva yang dibuat jurnal pada saat pembuataan/pembangunaan aktiva tetap :
(D) Pembangunan aktiva tetap dala proses xxx
(K) Kas xxx
- Apabila harga aktiva tetap yang dibuat lebih rendah dari pada harga beli diluar, maka selisihnya merupakan penghemataan biaya (buakn laba). Jurnal yang dibuat (D) Aktiva tetap xxx
(K) Pembangunan Aktiva tetap
dalam proses xxx
(K) Penghemat dalam pembangunan
sendiri xxx
- Sedangkan apabila harga pokok lebih tinggi dari harga beli diluar selisihnya diperlakukan sebagai kerugian dan aktiva tersebut akan dicatat sebagai harga pasarnya. Jurnal yang dibuat :
(D) Aktiva tetap xxx
(D) Kerugian atas pembangunan sendiri xxx
(K) Kas xxx
Faktor-faktor yang merupakan bagian dari cost of
fixed assets yang harus diperhatikan adalah:
1.
Harga
Tanah
Termasuk harga tanah meliputi harga kontrak
pembelian biaya opsi, notaries, komisi perantara, biaya pemindahaan hak atas
tanah, biaya pengerukan tanah dan biaya yang lain yang sangat berhubungan
dengan perolehan tanah.
2. Harga Bangunan/Gedung
Apabila tanah dan bangunan diperoleh secara pekat
maka harga perolehannya harus dialokasikan pada tanah dan gedung. Biaya yang
dikapitalisasi sebagai harga bangunan meliputi harga beli, biaya bangunan
sebelum dipakai komisi, pembangunan, biaya balik nama dan pajak pembelian.
Apabila gedung dibangun sendiri, termasuk harga
perolehannya adalah biaya pembuatan gedung, biaya perencanaan gambar, biaya
pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB), pajak-pajak selama pembuatan gedung,
pembayaran kepada kontraktor, gaji pegawai dan mandor bangunan, pajak-pajak
pengeluaran lain yang berhubungan dengan bangunan dan biaya atas bangunan.
3. Harga Perlengkapan
Termasuk harga perlengkapan antara lain meliputi
harga beli, pajak pembangunan, biaya ngkut, asuransi selama dalam perjalanan,
biaya pemasangan, dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa percobaan mesin.
4.
Pembelian
Inventaris Kantor
Harga perolehannya terdiri dari harga beli, biaya
angkut, dan pajak yang menjadi tanggungan pembeli.
5.
Kendaraan
Harga erolehan kendaraan meliputi harga faktur,
biaya balik nama, biaya mutasi dan biaya angkut.
BIAYA-BIAYA
SELAMA PENGGUNAAN AKTIVA TETAP BERWUJUD
Aktiva tetap yang dimliki dan digunakan dalam usaha
perusahaan akan memerlukan pengeluaran. Pengeluaran yang tujuannya adalah agar
dapat memenuhi kebutuhan perusahaan, pengeluaran tersebut dapat dikelompokan
menjadi :
1.
Reparasi
dan Pemeliharaan
Ada dua cara untuk mencatat biaya reparasi yaitu :
·
Menambah harga perolehan aktiva tetap,
apabila biaya ini dikeluarkan untuk menaikan nilai kegunaan aktiva dan tidak
menambah umurnya.
·
Mengurangi akumulasi penyusutan, apabila
biaya ini dikeluarkan untuk memperpanjang umur aktiva tetap dan mungkin juga
nilai residunya. Karena jumlah akumulasi penyusutan berkurang berartinilai
bukunya menjadi bertambah besar. Perhitungan penyusutan untuk tahun-tahun
berikutnya harus direvisi sesuai dengan perubahan nilai buku aktiva tetap umur
ekonomis baru.
2.
Penggantian
Yang dimaksud dengan penggantian adalah biaya yang
dikeluarkan untuk mengganti aktiva atau suatu bagian aktiva dengan unit yang
baru yang tipenya sama, misalnya penggantian dynamo mesin. Penggantian seperti
ini biasanya karena aktiva sudah tidak berfungsi lagi.
3.
Perbaikan
(Betterment/improvement)
Yang dimaksud dengan perbaikan adalah penggantian
suatu aktiva dengan aktiva baru yang lebih besar. Perbaikan yang biayanya kecil
dapat diperakukan sebagai reparasi biasa tetapi perbaikan yang memakan biaya
yang besar dicatat sebagai aktiva baru, aktiva lama yang diganti dan akumulasi
depresiasinya dihapuskan dari rekening-rekeningnya.
4.
Penambahan
(Addition)
Yang dimaksud dengan penambahan adalah memperbesar
atau memperluas fasilitas suatu aktiva seperti penabahan ruang dalam
bangunan,ruang parker dan lain-lain. Biaya-biaya yang timbul dalam penambahan
dikapitalisasi menambah harga perolehan aktiva dan depresiasi selama umur
ekonomisnya.
5.
Penyusunan
Kembali Aktiva Tetap
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyusun aktiva
atau perubahan route produksi atau untuk mengurangi biaya produksi jika
jumlahnya cukup berarti dan manfaat penyusunan kembali itu akan didadasarkan
lebih dari satu periode akuntans maka harus dkapitalisasi. Biaya-biaya semacam
itu akan diamortisasikan keperiode-periode yang memperoleh manfaat ddan
penyusunan kembali tersebut.
PENGHENTIAN
AKTIVA TETAP BERWUJUD
Setelah aktiva liminasi dari neraca ketika
dilepaskan atau bila aktiva secara permanent
ditarik dari penggunaannya dan tidak ada manfaatnya dimasa yang akan
datang. Aktiva tetap berwujud yang tidak lagi berguna bisa dibuang, dijual atau
ditukar tambah dengan aktiva lainnya. Namun dalam semua kasus nilai buku dari
aktiva harus dihapus dari aktiva yang dilakukan dengan mendebit akun akumulasi
penyusutan yang berkait sebesar saldonya pada tanggal pelepasan dan mengkredit
akun aktiva sebesar biaya harga perolehannya.
Aktiva tetap tidak boleh dihapus dari akun harga
karena aktiva tersebut boleh disusutkan secara penuh, jka aktiva masih
digunakan oleh perusahaan maka biaya akumulasi dan penyusutan harus tetap
dicatat dalam buku besar. Jika nilai buku dihapuskan dari buku besar maka tidak
ada lagi bukti mengenai eksistensi dari aktiva tetap tersebut. Selain tiu
data-data biaya dan akumulasi penyusutan biasanya dibutuhkan untuk pelaporan
pajak penghasilan.
Apabila suatu aktiva akan dihentikan maka
pertama-tama harus ditentukan dahulu nilai buku aktiva tersebut. Nilai buku
adalah selisih antara aktiva tetap dengan akumulasi penyusutan pada tanggal
terjadinya penghentian. Apabila penghentian terjadi pada satu tanggal dalam
satu tahun, maka penyusutan harus dihitung sampai dengan tanggal penghentian
terjadi, selanjutnya nilai buku aktiva tetap harus dihapuskan dari pembukuan.
a.
Jika
Aktiva Tetap Dijual
Jika aktiva tetap dijual maka nilai bukunya dihitung
sampai dengan tanggal penjualan kemudian nilai bukunya dibandingkan dengan
hasil penjuaan yang diterima, selisihnya merupakan laba/rugi karena penjualan
aktiva tetap depresiasi dihitung dari periode awal sampai dengan tanggal
penjuaan.
Jurnal
yang dibuat :
(D) Biaya penyusutan xxx
(K) Akumulasi penyusutan xxx
Kemudian setelah
diketahui hasil penjualan, dicatat :
(D) kas xxx
(D) Akumulasi penyusutan xxx
(K) Aktiva tetap xxx
(K) Laba dari penjualan xxx
Jika rugi dicatat :
(D) Kas xxx
(D) Akumulasi penyusutan xxx
(D) Rugi dari penyusutan xxx
(K) Aktiva tetap xxx
b.
Jika
Aktiva Tetap Dihapuskan
Aktiva tetap dihapuskakan apabila aktiva tidak dapat
dijual. Jika aktva belum disusutkan penuh, maka akibat penghapusan ini adalah
terjadinya kerugian sebesar nilai buku. Adakalanya penghapusan aktiva tetap
dilakukan karena kejadian yang tidak dapat diharapkan. Misalnya kebakaran. Apabila
aktva tetap diasuransikan terhdap kerugian-kerugian diatas, maka kerugian akan
diganti oleh perusahaan asuransi. Besarnya ganti rugi tergantung pada akan
nilai dan jenis asuransi yang diambil, apabila tidak diasuransikan , maka
perusahaan menanggung seluruh kerugian tersebut.
Jurnal
yang dicatat :
(D) Akumulas penyusutan xxx
(D) Kerugian karena penghapusan xxx
(K) Aktiva tetap xxx
PENYUSUTAN
(DEPRESIASI)
Pada umumnya aktiva tetap yang menjadi subjek dari
perusahaan adalah aktiva yang mutlak ada dalam operasi perusahaan. Aktiva ini
adalah alat produksi yang tidak dapat dihindarkan untuk tujuan produksi
perusahaan, karena aktiva tersebut dibeli bukan untuk dijual kembali melainkan
digunakan untuk kegiatan perusahaan apabila aktiva tetap tahan lama, kecuali
tanah dipergunakan dalam proses produksi berarti secara berangsur-angsur akan
berkurang kapasitas yang terdaat padanya selama masamanfaatnya sesuai dengan
kapasitas produksi yang dipergunakan dapat diartikan berkurangnya aktiva ini
secara berangsur-angsur pula.
PENGERTIAN
PENYUSUTAN
Penyusutan (depresiasi) merupakan system aktiva yang
bertujuan untuk mengalokasikan biaya atau nilai dasar lain suatu aktiva selama
masa ekonomisnya dengan cara yang sistematis dan rasional.
Pengertian penyusutan menurut Drs. Al Haryono Jusup,
M.B.A., Akt dalam bukunya Dasar-dasar Akuntasi Jilid II menerangkan bahwa :“Penyusutan adalah proses pengalokasian
harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara
yang rasional dan sistematis.”(2001 ;162)
Sedangkan pengertian menurut Ikatan Akuntan
Indonesia dalam bukunya yang berjudul “Standar Akuntansi Keuangan” juga
dinyatakan bahwa :“penyusutan adalah
alokasi jumlah suatu aktiva yang disusutkan sepanjang masa manfaat yang
diestimasi dibebankan pada pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung”.(PSAK, 2002. 16.2)
Dari kedua definisi diatas diketahui bawa tujuan
dari depresiasi/penyusutan adalah mencapai prinsip pengaitan (Maching principle), yaitu mengaitkan
pendapatan-pendapatan suatu periode akuntansi dengan biaya dari barang-barang
dan jasa yang dikonsumsi guna menghasilkan pendapatan tersebut. Depresiasi
untuk setiap periode akuntansi diakui sebabagi beban untuk periode yang
bersangkutan. Beban depresiasi adalah biaya perolehan aktiva tetap yang diakui
sudah dikonsumsi selama periode akuntansi atau fiscal.
Akumulasi depresiasi adalah bagian dari biaya
perolehan aktiva tetap yang dialokasikan ke depresiasi sejak aktiva tersebut
diperoleh, akumulasi depresiasi merupakan rekening kontrak aktiva (contrack assets account) rekening ini
membagi rekening aktiva dimana rekening tersebut saling berhubungan. Rekening
kontrak adalah setiap rekening yang membagi jumlah rekening lainnya yang
berkaitan.
SIFAT-SIFAT
PENYUSUTAN
Terdapat tiga sifat dari penyusutan, yaitu
penyusutan merupakan proses alokasi, penyusutan bukan merupakan konsep
penelitian dan penyusutan bukan merupakan sumbar langsung kas.
1. Penyusutan Merupakan Proses Alokasi
Proses penyusutan melibatkan pengaitan biaya
perolehan aktiva sebagai suatu beban terhadap pendapatan.
2.
Penyusutan
bukan merupakan konsep penilaian
Penyusutan merupakan proses alokasi biaya (count allocation) bukan proses
penilaian. Tidak diukur perubahan nilai pasar aktiva selama masa
kepemilikannya, karena aktiva dimiliki buka untuk dijual.
3.
Penyusutan
bukan merupakan sumber langsung kas
Penyusutan bukan merupakan beban, artinya penyusutan
tidak memerlukan pembiayaan kas pada waktu beban tersebut dicatat. Pengeluaran
kas hanya terjadi jika dilakukan pembayaran untuk aktiva terkait, akibatnya
penyusutan tidak menyebabkan arus keluar atau arus masuk kas langsung.
SEBAB-SEBAB
PENYUSUTAN
Faktor-faktor yang menyebabkan penyusutan dapat
dikelomokan menjadi dua
a. Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi fungsi aktiva tersebut
adaah aus karena dipakai (wear and tear),
aus karena umur dan kerusakan-kerusakan
b. Faktor Fungsional
Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aktiva
tertentu antara lain ketidakmampuan aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi
sehingga diganti dank arena adanya kemajuan teknologi sehingga aktiva tersebut
tidak ekonomis lagi jika dipakai.
FAKTOR
DALAM MENENTUKAN BEBAN PENYUSUTAN
Terlepas dari apapun metode penyusutan yang dipiih
terdaat tiga faktor yang mempengaruhi penyusutan, faktor tersebut adaah :
1.
Harga
Perolehan (Cost)
Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul
dan biaya-biaya lain yang terjadi dalam memperoleh suatu aktiva dan menempatkan
aktiva tersebut agar dapat diginakan.
2.
Nilai
Sisa (Residu)
Nilai sisa suatu aktiva yang didepresiasi adalah
jumlah yang diterima bila aktiva itu dijual, ditukarkan atau cara-cara lain
ketika aktiva tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan lagi, dikurangi dengan
biaya-biaya yang terjadi pada saat menjual/ menukarkannya.
3.
Taksiran
Umur Kerugian
Taksiran kerugian suatu ativa dipengaruhi oleh
cara-cara pemeliharaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dianut dalam
reparasi. Taksiran umur ini bias dinyatakan dalam suatu periode waktu, satuan
hasil produksi atau satuan jam kerjanya. Dalam menaksir umur aktiva harus
dipertimbangkan sebab-sebab keausan fisik dan fungsional.
METODE
PERHITUNGAN PENYUSUTAN
Dalam buku Standar Akuntansi Keuangan dinyatakan
bahwa penyusutan dapat dikelompokan menurut kriteria sebagai berikut :
1. Metode Berdasarkan Waktu :
a.
Metode garis urus
b.
Metode pembebanan menurun
·
Metode jumlah angka tahun
·
Metode saldo menurun
·
Metode saldo menurun barganda
2. Metode Berdasarkan Penggunaan
a.
Metode jam jasa
b.
Metode jumlah unit produksi
3. Metode Berdasarkan Kriteria Lainnya
a.
Metode berdasarkan jenis-jenis kelompok
b.
Metode anuitas
c.
Metode persediaan” (PSAK, 2002. 17.5)
Sedangkan Zaki Baridwan (1997 : 309) mengelompokkan
metode penyusutan sebagai berikut:
1. Metode
Garis Lurus (straight-line method).
2. Metode
Jam Jasa (service-hours method).
3. Metode
Hasil Produksi (productive output method).
4. Metode
Beban Berkurang (reducing charge method).
5. Metode
Tarif Kelompok / Gabungan.
Sedangkan dalam perpajakan yang dikemukakan oleh
Mardiasmo bahwa metode penyusutan yang dipergunakan adalah :
1. Metode
Garis lurus (straight line).
2. Metode
Saldo Menurun (declining balanced method).
Dari metode diatas perusahaan umumnya hanya
mengunakan beberapa metode berikut ini, yaitu metode garis lurus (straight line method), metode saldo
menurun berganda (double declining
balance method), metode jumlah angka tahun (sum of the year digit), dan metode jumlah unit method (output productive method) masing-masing
ini mempunyai pola menfaat dan pembebanan penyusutan yang berlainan dalam
mengalokasikan aktiva tetap selama taksiran masa manfaatnya,akan tetapi secara
keseluruhan metode ini akan menghasilkan total jumlal penyusutan yang sama
selama periode penggunaan aktiva tersebut
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Dalam metedo garis lurus beban depresiasi perodik
sepanjang masa pemakaian aktiva adalah sama besarnya. Rumus untuk menghitung
biaya depresiasi pertahun adalah sebagai berikut :
Penyusutan = HP – NS
n
Sebagai contoh diketahui bahwa harga perolehan
sebuah mesin sebesar Rp 13.000.000,00 sedangkan nilai residu (sisa) ditaksir
sebesar Rp 1.000.000,00 dan masa manfaat diperkirakaan selama 5 tahun
jadi penyusutannya adalah sebagai berikut :
penyusutan
= Rp 13.000.000,00 – 1.000.000,00
5
= Rp 2.400.000,00
keterangan HP
= harga perolehan
NS = Nilai Sisa
n
= lamanya mesin yang diperkirakan
Depresiasi bias dinyatakan dalam benutk tarif
depresiasi per tahun. Dalam hal diatas tarif depresiasi per tahun adalah 20%
(100% : 5). Apabila tarif tersebut digunakan dalam metode garis lurus maka
tarif tersebut dikalikan dengan harga perolehan depresiasi setelah dikurangi
nilai residu.
Berikut adalah tabel depresiasi tahunan selama 5
tahun masa manfaat mesin :
Tabel
penyusutan – metode garis lurus
Tahun
|
Harga Perolehn
Depresiasi
|
x
|
Tarif Depresiasi
|
=
|
Biaya Depresiasi per
Tahun
|
Akumulasi Depresiasi
|
Nilai Buku
|
1990
|
Rp 12.000.000
|
|
20%
|
|
Rp 2.400.000
|
Rp 2.400.000
|
Rp
10.600.000*)
|
1991
|
Rp 12.000.000
|
|
20%
|
|
Rp 2.400.000
|
Rp 4.800.000
|
Rp 8.200.000
|
1992
|
Rp 12.000.000
|
|
20%
|
|
Rp 2.400.000
|
Rp 7.200.000
|
Rp 5.800.000
|
1993
|
Rp 12.000.000
|
|
20%
|
|
Rp 2.400.000
|
Rp 9.600.000
|
Rp 3.400.000
|
1994
|
Rp 12.000.000
|
|
20%
|
|
Rp 2.400.000
|
Rp 12.000.000
|
Rp 1.000.000
|
*) Rp.13.000.000,00 – Rp 2.400.000,00 = Rp
1.0600.000,00
Dalam tabel diatas terluhat bahwa besarnya
depresiasi sama yaitu sebesar Rp 12.000.000,00 dan nilai buku pada akhir masa
manfaat (pada akhir tahun ke-5) adalah sama denga taksiran residu yaitu sebesar
Rp 1.000.000,00.
Seandainya aktva tidak dibeli ada awal tahun, maka
besarnya depresiasi harus disesuaikan dengan masa pemakaian pada tahun-tahun
yang bersangkutan sebagai contoh misalkan mesin tersebut diatas dibeli pada
tanggal 1 april 1990 maka depresiasi untuk tahun tersebut akan menjadi Rp 1.800.000,00
(Rp 12.000.000x 20%x9/12)
Metode garis lurus dipakai oleh sebagian besar
perusahaan di Amerika. Dalam suatu survey yang dilakukan di Negara tersebut,
dari 600 perusahaan yang diteliti 559 buah diantaranya menggunakan metode garis
lurus. Salah satu penyebabnya adalah karena metode ini sangat sederhana, metode
ini cocok digunakan bila pemakaian aktiva sama dari tahun ke tahun.
2. Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Method)
Dalam methode ini beban penyusutan tiap tahunnya
menurun. Untuk dapat menghitung penyusutan yang selalu menurun, dasar yang
digunakan adalah persentase dengan cara garis lurus. Persentase ini dikalikan
dua dan setiap tahunnya dikalikan pada
nulai buku aktiva tetap. Karena nilai buku selalu menurun maka beban
penyusutan juga selalu menurun. Penyusutan atas sebuah aktiva tetap pada setiap
tahun akan dihitung sebagai berikut :
Misalnya dari contoh diatas, jika seandainya
menggunakan metode saldo menurun berganda maka tariff metode garis lurus diatas
yaitu 20% akan dikalikan dua sehingga tarifnya menjadi 40% pertahun. Rumus
perhitungan depresiasi masih untuk tahun pertama adalah sebagai berikut.
Biaya
penyusutan
|
=
|
Tari
Depresiasi
|
x
|
(Hp
– Akumulasi penyusutan
|
|
|
|
40%
|
x
|
(Rp 13.000.000,00 –
Rp 0)
|
|
|
|
Rp 5.200.000,00
|
|||
Tabel depresiasi dengan menggunakan metode ini
adalah sebagai berikut
Tabel
penyusutan – Metode saldo menurun berganda
Tahun
|
Harga Perolehan
Depresiasi
|
x
|
Tarif Depresiasi
|
=
|
Biaya Depresiasi per
Tahun
|
Akumulasi Depresasi
|
Nilai Buku
|
1990
|
Rp13.000.000,00
|
|
40%
|
|
Rp5.200.000
|
Rp5.200.000
|
Rp 7.800.000
|
1991
|
Rp 7.800.000,00
|
|
40%
|
|
Rp3.120.000
|
Rp 8.320.000
|
Rp 4.680.000
|
1992
|
Rp 4.680.000,00
|
|
40%
|
|
Rp1.872.000
|
Rp 10.192.000
|
Rp 2.808.000
|
1993
|
Rp 2.808.000,00
|
|
40%
|
|
Rp 1.123.000,00
|
Rp 11.315.000
|
Rp1.685.000
|
1994
|
Rp 1.685.000
|
|
40%
|
|
Rp 674.000
|
Rp 12.000.000
|
Rp 1.011.000
|
Dengan menggunakan dua kali persentase yan didapat
dari metode garis lurus, dapat dibuat perhitungan penyusutan seperti diatas.
Nilai dengan cara ini sebesar Rp 1.011.000,00 juka dibandingkan dengan cara
garis lurus terdapat perbedaan sebesar Rp 11.000,00 Apabila aktiva tidak dibeli
pada awal tahun, maka depresiasi harus disesuaikan dengan bulan pemakaian
pertama dan selanjutnya depresiasi pada tahun-tahun berikutnya harus dihitung
kembali. Dengan cara seperti pada tabel diatas.
Sebagai contoh, jika seandainya mesin tersebut
diatas dibeli pada tanggal 1 April 1990 akan menjadi Rp 3.900.000,00 didapat
dari 13.000.000,00x40%x9/12. dengan demikian nilai buku untuk menghitung
depresiasi unutk tahun 1991 akan menjadi Rp 9.100.000,00 didapat dari Rp
13.000.000,00 – 3.900.000,00 = Rp 9.100.000,00.dengan biaya depresiasi tahun
1991 adalah Rp 3.640.000,00 (Rp 9.100.000 x 40%).
3. Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the year digit)
Seperti halnya metode saldo menurun berganda, metode
jumlah angka tahun juga akan menghasilkan biaya depresiasi yang lebih tinggi
pada awal-awal tahun dan semakin kecil pada tahun-tahun akhir. Metode ini
disebut jumlah angka tahun karena tarif depresiasinya didasarkan pada suatu
pecahan yang :
1.
Pembilangnya adalah tahun-tahun
pemakaian aktiva yang masih tersisa sejak awal tahun ini.
2.
Penyebutnya adalah jumlah tahun-tahun
sejak tahun pertama hingga tahun pemakaian berakhir.
Untuk aktiva yang ditaksir akan berumur 5 tahun,
maka jumlah angka tahunnya adalah 15 (1+2+3+4+5). Depresiasi dengan pecahan
metode angka-angka tahun. Rumus dan depresiasi tahun pertama untuk mesin pada
contoh soal diatas adalah sebagai berikut
Harga
perolehan awal tahun
(setelah
dikurangi nilai residu)
|
:
|
Pecahan
angka tahun
|
=
|
Biaya
depresiasi
|
|
Rp 12.000.000,00
|
:
|
5/15
|
=
|
Rp 4.000.000,00
|
Tabel untuk metode jumlah angka tahun adala sebagai
berikut :
Tabel
penyusutan – Metode jumlah angka tahun
Tahun
|
Harga Perolehn
Depresiasi
|
x
|
Tarif Depresiasi
|
=
|
Biaya Depresiasi per
Tahun
|
Akumulasi Depresiasi
|
Nilai Buku
|
1990
|
Rp 12.000.000
|
|
5/15
|
|
Rp 4.000.000
|
Rp 4.000.000
|
Rp
9.000.000*)
|
1991
|
Rp 12.000.000
|
|
5/15
|
|
Rp 3.200.000
|
Rp 7.200.000
|
Rp 5.800.000
|
1992
|
Rp 12.000.000
|
|
5/15
|
|
Rp 2.400.000
|
Rp 9.600.000
|
Rp
3.400.000
|
1993
|
Rp 12.000.000
|
|
5/15
|
|
Rp 1.600.000
|
Rp 11.200.000
|
Rp
1.800.000
|
1994
|
Rp 12.000.000
|
|
5/15
|
|
Rp 800.000
|
Rp 12.000.000
|
Rp 1.000.000
|
*)Rp 13.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 = Rp
9.000.000,00
Dalam metode angka tahun yang digunakan diatas
jumlah penyebutnya tetap sama yaitu 15 sedangkan pembilangnya semakin menurun
dari tahun ke tahun.
Apabila aktiva tidak dibeli pada awal tahun maka
depresiasi pada tahun pertama harus disesuaikan dengan masa pemakaian yang
sesungguhnya, dan depresiasi pada tahun-tahun berikutnya dengan sendirinya akan
merubah. Contoh seandainya mesin tersebut diatas dibeli pada tanggal 1 april
1990 akan menjadi sebesar Rp 3.000.000,00 dan depresiasi tahun 1991 akan
menjadi sebesar Rp 3.400.000,00 dengan perhitungan sebagai berikut :
1990
|
|
1991
|
|
Rp12.000.000x5/15x9/12
|
=Rp3.000.000
|
Rp12.000.000x5/15x3/12
|
=Rp 1.000.000,00
|
|
|
Rp12.000.000x4/12x9/12
|
=Rp 2.400.000,00
|
jumlah
|
Rp3.000.000
|
jumlah
|
Rp3.400.000
|
4. Metode Unit Produksi (Output productive method)
Dalam metode ini umur kegunaan aktiva ditaksir dalam
satuan jumlah unit hasil produks. Beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan
hasil produksi, sehingga penyusutan tiap periode akan berfluktuasi sesuai
dengan fluktuasi, dalam hal produksi dasar teori yang dipakai adalah bahwa
suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga penyusutan juga
didasarkan pada jumlah produk yang dihasilkan.
Untuk dapat menghitung beban penyusutan periodik,
pertama kali dihitung tarif penyusutan untuk tiap unit produk, kemudian tarif
ini akan dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan dalam periode tersebut.
Misalnya mesin dengan harga perolehan Rp 13.000.000,00 dan taksiran nilai sisa
sebesar Rp 1.000.000,00 mesin ini ditaksir selama umur penggunan akan
menghasilkan 600.000 unit produk. Penyusutan per unit produk dihitung sebagai
berikut:
Penyusutan per unit = HP – NS
n
=
Rp
13.000.000,00 – 1.000.000,00
600.000
unit
=
20,00
Keterangan HP = Harga perolehan
NS = Nilai residu
n =
Taksiran hasil produksi
Apabila dalam tahun penggunaan pertama, mesin
tersebut menghasilkan sebanyak 150.000 unit produk, maka beban penyusutan untuk
tahun itu adalah sebesar Rp 150.000 X 20 = Rp 3.000.000,00. Apabila disusun
dalam bentuk tabel maka perhitungan dan akumulasi penyusutan selama umur mesin adalah sebagai
berikut :
Tabel
penyusutan – Metode unit produksi
Tahun
|
Hasil
Produksi (unit)
|
Debit
Penyusutan
|
Kredit
Akumulasi Penyusutan
|
Total
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku
|
|
|
|
|
|
RP 13.000.000,00
|
1
|
150.000,00
|
3.000.000,00
|
3.000.000,00
|
3.000.000,00
|
RP 10.000.000,00
|
2
|
150.000,00
|
3.000.000,00
|
3.000.000,00
|
6.000.000,00
|
Rp 7.000.000,00
|
3
|
100.000,00
|
2.000.000,00
|
2.000.000,00
|
8.000.000,00
|
Rp 5.000.000,00
|
4
|
100.000,00
|
2.000.000,00
|
2.000.000,00
|
10.000.000,00
|
Rp 3.000.000,00
|
5
|
100.000,00
|
2.000.000,00
|
2.000.000,00
|
12.000.000,00
|
Rp 1.000.000,00
|
5. Metode Saldo Menurun
Dalam cara ini beban penyusutan periodik dihitung
dengan cara mengalikan mengalikan nilai buku aktiva pada awal tahun dengan
tarif depresiasi.dalam hal ini tarif depresiasi tetap sama pada setiap tahun,
akan tetapi nilai buku setiap tahun semakin menurun. Nilai buku pada awal tahun
pertama adalah sama dengan harga perolehan aktiva, sedangkan tahun-tahun
berikutnya nilai buku adalah selisih antara harga perolehan dengan akumulasi
depresiasi pada awal tahun.
6. Metode Jam Jasa
Metode ini didasarkan pada anggapan bawa aktiva
(terutama mesin) akan lebih cepat rusak apabila digunakan sepenuhnya (fult time) dibandingkan dengan
penggunaan yang tidak sepenuhnya (part
time) dalam cara ini beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan jam
jasa, beban depresiasi periodic besarnya akan sangat bergantung pada jam jasa
yang tercapai, rumusnya :
Penyusutan
= HP – NS
n
Keterangan :
HP = Harga perolehan
NS = Nilai residu
n =
Taksiran jam jasa
7. Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok
Dalam metode ini aktiva yang sejenis dikelomokan
sebagai suatu kelomok tersendiri, penyusutan dihitung berdasarkan rata-rata
umur aktiva. Pada dasarnya metode ini adalah metode garis lurus yang
diperhitungkan terhadap sekelompok aktiva.
8. Metode Anuitas
Metode anuitas menghasilkan beban depresiasi yang
makin meningkat dari tahun ke tahun. Metode biaya penyusutan yang meningkat
cocok digunakan dalam keadaan dimana biaya asuransi tuna (karena tunaannya niai
pertanggungan) dan pihak lain efisiensi, revence dan reparasi serta
pemeliharaan relative konsisten.
9. Metode Sistem Persediaan
Dalam cara ini Aktiva tetap periode aktiva tersebut
dinilai, dan rekening aktiva dikurangi sampai pada jumlah penilaian tersebut.
Penggunaan ini dibebankan sebagai penusutan.
PENCATATAN
PENYUSUTAN AKTIVA TETAP BERWUJUD
Kadang-kadang penyusutan dicatat dengan mendebit
rekening biaya dan mengkredit akumulasi penyusutan dari aktiva tetap yang bersangkutan.
Pencatatan ini dilakukan setiap bulannya atau ditangguhkan sampai akhir tahun.
Ayat jurnal penyesuaiannya adalah :
(D) Beban penyusutan aktiva tetap xxx
(K) Akumulasi penyusutan aktiva tetap xxx
Sebagaimana sebelumnya, apabila aktiva tetap dijual
atau ditukar tambah. Maka pelepasan dicatat dengan menghapus perkiraan aktiva
tetap yang jika dipakai cara ini maka didalam neraca akan dapat diketahui
jumlah harga perolehan dan jumlah yang telah disusutkan, apabila aktiva tetap
yang dimiliki oleh perusahaan banyak maka sisa dibuat buku pembantu yang
mendukung jumlah dalam rekening control buku besar.
Dalam neraca pencatatan ini disajikan sebagai
berikut :
Aktiva tetap berwujud xxx
Dikurangi : Akumulasi penyusutan aktiva tetap xxx
Nilai
buku aktiva tetap berwujud xxx
Investasi
Dalam perencanaan jangka panjang, manajemen menghadapi masalah penambahan mesin dan ekuipment baru untuk memenuhi bertambahnya permintaan terhadap produk perusahaan, dan masalah penggantian aktiva tetap yang sudah tidak ekonomis pemakaiannya, serta masalah-masalah lain yang berhubungan dengan investasi atau penanaman modal. Karena pada umumnya investasi membutuhkan dana yang relatif besar, dan keterikatan dana tersebut dalam jangka waktu yang relatif panjang, serta mengandung resiko, maka diperlukan pertimbangan yang masak sebelum investasi tersebut dilaksanakan.
Pengertian Investasi
Dalam perencanaan jangka panjang, manajemen menghadapi masalah penambahan mesin dan ekuipment baru untuk memenuhi bertambahnya permintaan terhadap produk perusahaan, dan masalah penggantian aktiva tetap yang sudah tidak ekonomis pemakaiannya, serta masalah-masalah lain yang berhubungan dengan investasi atau penanaman modal. Karena pada umumnya investasi membutuhkan dana yang relatif besar, dan keterikatan dana tersebut dalam jangka waktu yang relatif panjang, serta mengandung resiko, maka diperlukan pertimbangan yang masak sebelum investasi tersebut dilaksanakan.
Pengertian Investasi
Adapun definisi investasi menurut Mulyadi (1997 :
284) adalah : “Investasi adalah pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang
untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang.” Definisi lain dikemukakan
oleh Hendi Somantri (1999 : 30) adalah : “Investasi adalah yakni penanaman
modal diluar usaha pokok perusahaan, tujuannya antara lain adalah untuk
memperoleh penghasilan.” Menurut definisi di atas investasi merupakan penanaman
modal jangka panjang dengan tujuan untuk menghasilkan laba yang akan datang.
Kriteria Penilaian Investasi
Kriteria Penilaian Investasi
Dalam pemilihan usulan investasi, manajemen
memerlukan informasi akuntansi diferensial sebagai salah satu dasar penting
untuk menentukan pilihan investasi. Investasi dipilih oleh manajemen
berdasarkan model pengambilan keputusan yang mendasarkan pada jangka waktu
pengembalian investasi atau kemampuan investasi dalam menghasilkan laba.
Ada beberapa metode untuk menilai perlu tidaknya
suatu investasi atau memilih berbagai macam alternatif investasi, yang
dikemukakan oleh Mulyadi (1997 : 292) adalah sebagai berikut :
14 Pay
Back Method
Dalam pay back method, faktor yang menentukan
penerimaan atau penolakan suatu usulan investasi adalah jangka waktu yang
diperlukan untuk menutup kembali investasi. Oleh karena itu, dengan metode ini
setiap usulan investasi dinilai berdasarkan apakah dalam jangka waktu tertentu
yang diinginkan oleh manajemen, jumlah kas masuk bersih rata-rata per tahun
atau biaya diferensial yang berupa penghematan tunai per tahun yang diperoleh
dari investasi dapat menutup investasi yang direncanakan.
24 Metode
Rata-Rata Kembalian Investasi
Sering metode ini disebut accounting method atau
financial statement method karena dalam perhitungannya digunakan laba
akuntansi, yaitu laba sesudah pajak sama dengan laba tunai dikurangi biaya
depresiasi.
34 Present
Value Method
Metode ini telah memperhitungkan nilai waktu uang,
dimana yang dipertimbangkan manajemen adalah besarnya selisih antara pendapatan
diferensial dengan biaya diferensial serta dampak pajak penghasilan sebagai
akibat dari adanya pendapatan diferensial dan biaya diferensial selama umur
ekonomis aktiva tetap tersebut, kemudian dinilai tunaikan dengan tarif kembalian
tertentu. Jumlah nilai tunai ini kemudian dibandingkan dengan aktiva
diferensial untuk mempertimbangkan tidaknya tambahan aktiva tetap tersebut.
44 Discounted
Cash Flows Method
Pada dasarnya discounted cash flows method sama
dengan present value method, karena kedua-duanya memperhitungkan nilai waktu
uang di masa yang akan datang. Perbedaannya adalah dalm present value method
tarif kembalian sudah ditentukan lebih dahulu sebagai tarif kembalian,
sedangkan dalam discounted cash flow method justru tarif kembalian ini yang
dihitung sebagai dasar untuk menerima atau menolak suatu usulan investasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar