Senin, 14 Mei 2012

RUANGLINGKUP TAQWA

BAB I
TAQWA DAN KEDUDUKANNYA
A. PENGERTIAN TAQWA
Seringkali kita mendengar dan mengucapkan kata taqwa, tetapi kita sebagai muslim belum memahami dan mengerti apalagi memaknai taqwa dalam kehidupan kita yang singkat ini. Sangat bersyukur sekali kita semua dikaruniakan hadiah terindah dalam hidup kita yakni hidayah islam dan selalu berdoa untuk setia hingga akhir dalam pelukan hidayah Islam.
Secara etimologis kata ini merupakan bentuk masdar dari kata ittaqâ–yattaqiy (اتَّقَى- يَتَّقِىْ), yang berarti “menjaga diri dari segala yang membahayakan”. Sementara pakar berpendapat bahwa kata ini lebih tepat diterjemahkan dengan “berjaga-jaga atau melindungi diri dari sesuatu”. Kata taqwa dengan pengertian ini dipergunakan di dalam al-Quran, misalnya pada QS. Al-Mu’min [40]: 45 dan Ath-Thûr [52]: 27. Kata ini berasal dari kata waqâ–yaqi–wiqayah (وَقَى- يَقِى- وِقَايَة), yang berarti “menjaga diri, menghindari, dan menjauhi”, yaitu menjaga sesuatu dari segala yang dapat menyakiti dan penjauhan diri insan dari hal-hal yang mencelakakan:
التقوى من وقي بمعنى الصيانة والحذر وتجنب الإنسان لما يؤذيه
Seorang yang bertaqwa adalah seseorang yang menjaga dan melindungi dirinya dari sesuatu yang merusaknya, kemudian juga waspada serta menjauhi hal-hal yang demikian itu.
Penggunaan bentuk kata kerja waqâ (وَقَى) dapat dilihat antara lain dalam QS. Al-Insân [76]: 11, Ad-Dukhân [44]: 56, dan Ath-Thûr [52]: 28. Penggunaan bentuk ittaqâ (اِتَّقَى) dapat dilihat antara lain di dalam QS. Al-A‘râf [7]: 96. Kata taqwâ (تَقْوَى) juga bersinonim dengan kata khaûf (خَوْف) dan khasyyah (خَشْيَة) yang berarti “takut”. Bahkan, kata ini mempunyai pengertian yang hampir sama dengan kata taat. Kata taqwâ yang dihubungkan dengan kata thâ‘ah (طَاعَة) dan khasyyah (خَشْيَة) digunakan al-Quran dalam QS. An-Nûr [24]: 52.
Sedangkan menurut istilah banyak cendikiawan yang mengartikan kata taqwa itu bermacam-macam diataranya ada yang menyebutkan taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu melakukan kebaikan. Menurut Sayyid Quth dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri kehidupan. Bahkan cendekiawan muslim Indonesia almarhum Haji Agus Salim dalam bukunya Keterangan Filsafat tentang Tauhid, Takdir dan Tawakkal,  merumuskan makna takwa dengan mempergunakan memelihara sebagai titik tolak. Menurut H.A. Salim, takwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan terhadap orang lain, sendiri dan lingkungannya.
Menurut Prof. T Isuzu, seorang guru besar linguistik dari Jepang, kata Taqwa ketika digunakan didalam al-Qur’an sebenarnya di maksudkan untuk menimbulkan efek takut, gentar, atau kejutan psikis yang berhubungan dengan upaya untuk melumpuhkan kecongkakan, kesombongan, ketakaburan, amarah, dan berbagai karakter jahat bangsa Arab sebelum Islam lahir. Jadi, pengertian Taqwa sebenarnya sudah dikenal dalam tradisi Arab pra-Islam.
Namun penggunaannya secara khusus untuk mendekonstruksi seluruh karakter jahiliyah bangsa Arab kemudian berkembang lebih jauh dan mempunyai tingkatan-tingkatan pengertian yang masih berhubungan dengan bagaimana meruntuhkan kesombongan dan kecongkakan manusia secara umum, bukan sekedar bangsa Arab saja. Jadi, taqwa adalah suatu sebutan khas untuk karakter yang lebih baik dari karakter jahiliyah manusia umumnya (catatan: contoh karakter jahiliyah adalah orang yang disebut sebagai Abu Jahal dan Abu Lahab atau bapaknya kebodohan dan bapaknya amarah yang dekat dengan kekufuran karena akhirnya jiwa murninya tertutupi atau terhalangi untuk menjadi taqwa) yaitu sebagai manusia beriman dengan ajaran Islam. Hal ini dinyatakan dalam QS 49:13 sbb:
 Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS 49:13)
Adapun para ulama memberikan beberapa definisi tentang makna taqwa ini, yang dimana satu dengan yang lainnya saling melengkapi:
1. Menurut Syekh Ibrahim bin Adham:
التقوى: ألا يجد الخلق في لسانك عيبا، ولا الملائكة في أفعالك عيبا، ولا ملك العرش في سرك عيبا
“Taqwa adalah, “bahwa seluruh makhluk tidak mendapatkan kecelaan pada lisanmu, malaikat tidak menemukan keburukan pada perbuatanmu dan Allah tidak mengetahui kejelekan pada hal-halmu yang tidak diketahui orang lain.”

2. Menurut Imam Hasan al-Bashri:
المتقون: هم الذين اتقوا ما حرم الله عليهم وأدوا ما افترض عليهم
“Orang-orang yang bertaqwa adalah: orang-orang yang menjaga diri dari apa yang Allah haramkan dan mengerjakan apa yang Allah perintahkan kepada mereka.”
3. Menurut Imam al-Alusi:
التقوى شرعا : صيانة المرء نفسه عما يضره في الآخرة
“Taqwa adalah penjagaan diri seorang insan terhadap hal-hal yang dapat mencelakakannya di akhirat.”
Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa taqwa adalah “menjauhkan diri dari kemurkaan, azab, teguran dan ancaman Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya serta menjauhi hal-hal yang dapat mengarahkannya pada larangan-larangan Allah SWT."
Pernah suatu ketika Umar bin Khattab bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai menjawab, ‘Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?’ Umar menjawab, ‘ya!’. Ubai bertanya lagi, ‘Apa yang anda lakukan saat itu?’ Umar menjawab, ‘ Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.’ Ubai berkata lagi, ‘Itulah taqwa.”
Berpijak dari jawaban Ubai di atas, Utz Sayid Qutub mengemukakan, ‘Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan… Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, haparan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti… dan masih banyak duri-duri yang lainnya….”


Taqwa merupakan perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits  banyak sekali dijumpai keterangan-keterangan yang mewajibkan seseorang untuk bertaqwa kepada Allah SWT. Perintah-perintah tersebut menunjukkan kepada kita mengenai wajibnya bertaqwa. Diatara keterangan-keterangan tersebut adalah:
1. QS. 2 : 189
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”


2. QS. 2 : 194
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah itu bersama orang-orang yang bertaqwa.”


3. QS. 2 : 196
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah itu Maha Dahsyat azab-Nya.”

4. QS. 2 : 203
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kepada-Nyalah kalian (kelak) akan dikumpulkan.”

5. Dalam hadits, Rasulullah SAW mengatakan:
عَنْ أَبِى أُمَامَةَ يَقُولُ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَقَالَ اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
Dari Abi Amamah ra, aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah para waktu haji wada’. Beliau berkata, ‘Bertaqwalah kalian pada Rab kalian, shalatlah kalian lima waktu, puasalah kalian pada bulan ramadhan, tunaikanlah zakat mal kalian dan taatilah pemimipin kalian, niscaya kalian akan memasuki surga Rab kalian. (HR. Tirmidzi)


6. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku, ‘bertaqwalah engkau dimanapun engkau berada. Dan barengilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik sebagai penghapusnya, dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik. (HR. Tirmidzi)

7. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda
قَالَ يَزِيدُ بْنُ سَلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ سَمِعْتُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَخَافُ أَنْ يُنْسِيَنِي أَوَّلَهُ آخِرُهُ فَحَدِّثْنِي
بِكَلِمَةٍ تَكُونُ جِمَاعًا قَالَ اتَّقِ اللَّهَ فِيمَا تَعْلَمُ
Yazid bin Salamah berkata, Wahai Rasulullah SAW, ‘aku sungguh telah mendengar banyak hadits darimu, dan aku khawatir hadits-hadits yang terakhir membuat hadits-hadits yang awal menjadi terlupa. Oleh karena itu ajarkanlah suatu kalimat yang mencakup keseluruhan padaku Wahai Rasulullah SAW.’ Beliau menjawb, ‘Bertaqwalah kamu kepada Allah terhadap hal-hal yang telah kamu ketahui.”
8. Dalam hadits lain Rosulullah saw, bersabda :
 << لا يبلغ العبد أن يكون من المتقين حتى يدع ما لا بأس به حذرا مما به بأس >>
Bahwasanya seorang hamba, tidaklah akan bisa mencapai derajat ketaqwaan sehingga ia meninggalkan apa yang tidak dilarang, supaya tidak terjerumus pada hal- hal yang dilarang ( Hadist ini Hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi no : 2451 , Ibnu Majah no : 4215, Baihaqi : 2/ 335)


Bahkan beberapa orang penyair seperti penyair yang bernama Ibnu Al Mu’taz pernah menulis syair-syairnya :
 خل الذنوب صغيرها وكبيرهـا ذاك التقــي
 واصنع كماش فوق أر ض الشوك يحذر ما يرى
 لا تحقـرن صغـيرة إن الجبال من الحصـي
 Tinggalkan dosa-dosa kecil dan yang besar, dan itulah taqwa
 Berbuatlah bagai orang yang melangkah di atas tanah berduri , berhati-hati dengan apa yang dilihat .
 Janganlah engkau meremehkan dosa kecil, sesungguhnya gunung itu berasal dari batu kerikil.

Abu Darda’ sempat juga bersenandung dengan syairnya :
 يريد المرء أن يؤتي مناه ويأبـي الله إلا مـا أرادا
 يقول المرء فائدتي ومالي وتقوى الله أفضل ما استفدا
Semua orang mengingankan agar keinginannya terkabulkan, padahal Allah tidaklah akan menentukan kecuali apa yang dikehendaki-Nya
 Semua orang mengatakan : keuntungan-ku dan harta-ku, padahal taqwa Allah adalah keuntungan yang paling utama.
Perintah untuk bertakwa ini ditujukan kepada 3 sasaran, yaitu:
1. Ditujukan kepada seluruh manusia, maka takwa di sini maknanya adalah menunaikan tauhid dan membersihkan dari syirik.
2. Ditujukan kepada kaum mukminin, maka takwa di sini maknanya adalah melaksanakan ketaatan kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh dan meninggalkan kemaksiatan kepada Alloh berdasarkan petunjuk Alloh.
3. Ditujukan kepada seseorang yang sudah bertakwa, maka perintah takwa di sini maknanya adalah perintah untuk melestarikan ketakwaannya.


B.     KEDUDUKAN TAQWA
Taqwa memiliki kedudukan sangat penting dalam agama Islam dan kehidupan manusia. Pentingnya kedudukan takwa itu antara lain dapat dilihat dalam catatan berikut. Disebutkan di sebuah hadis bahwa Abu zar al-Gifari, pada suatu hari, meminta nasihat kepada Rasulullah. Rasulullah menasihati al-Gifari, "Supaya ia takwa kepada Allah, karena takwa adalah pokok segala pekerjaan muslim. Dari nasihat Rasulullah itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa takwa adalah pokok (pangkal) segala pekerjaan muslim. Selain sebagai pokok, takwa juga adalah ukuran. 
Di dalam surat al Hujurat (49) ayat 13, Allah mengatakan bahwa, "(Manusia) yang paling mulia di sisi Allah adalah (orang) yang paling takwa.” Dalam surat lain, takwa sebagai dasar persamaan hak antara pria dan wanita (suami dan isteri) dalam keluarga, karena pria dan wanita diciptakan dari Jenis yang sama (QS.4:1) dalam surat al-Baqarah (2) ayat 177, makna taqwa terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan. Ini dapat dibaca dalam QS. 2:177 yang terjemahan (artinya) lebih kurang sebagai berikut, "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dari orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
Dari pokok-pokok kebajikan (perbuatan baik yang mendatangkan keselamatan, keberuntungan dan sebagainya) yang disebut dalam ayat 177 surat al-Baqarah tersebut di atas, jelas dimensi keimanan dan ketakwaan, itu beriringan (bergandengan) satu dengan yang lain. Kedua dimensi itu secara konsisten disebutkan di dalam berbagai ayat yang bertebaran dalam al-Quran.
BAB II
RUANG LINGKUP TAQWA
Ruang lingkup itu meliputi seluruh tempat dan waktu, artinya di manapun dan kapan pun berada serta dalam kondisi apapun seorang hamba berkewajiban untuk bertaqwa.
Seseorang akan disebut bertaqwa jika melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba tersebut dan itu merupakan cirri dari manusia yang bertaqwa. Manusia bisa dikatakan bertaqwa jika melakukan rukun Iman dan Islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya dan manusia dan menjaga amanah. Dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Manusia taqwa adalah sosok yang tidak pernah menyakiti dan tidak zhalim pada sesama, berlaku adil di waktu marah dan ridha, bertaubat dan selalu beristighfar kepada Allah. Manusia taqwa adalah manusia yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sabar dalam kesempitan dan penderitaan, beramar ma’ruf dan bernahi munkar, tidak peduli pada celaan orang-orang yang suka mencela, menjauhi syubhat, mampu meredam hawa nafsu yang menggelincirkan dari shiratal mustaqim..
Agar seseorang bisa mencapai taqwa diperlukan saran-sarana. Dia harus merasa selalu berada dalam pengawasan Allah, memperbanyak dzikir, memiliki rasa takut dan harap kepada Allah. Komitmen pada agama Allah. Meneladani perilaku para salafus saleh, memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuannya sebab hanya orang berilmulah yang akan senantiasa takut kepada Allah (QS. Fathir: 28).
Agar seseorang bertaqwa dia harus selalu berteman dengan orang-orang yang baik, menjauhi pergaulan yang tidak sehat dan kotor. Sahabat yang baik laksana penjual minyak wangi dimanapun kita dekat maka akan terasa wanginya dan teman jahat laksana tukang besi, jika membakar pasti kita kena kotoran abunya (HR. Bukhari).
Membaca Al-Qur`an dengan penuh perenungan dan mengambil ‘ibrah juga merupakan sarana yang tak kalah pentingnya untuk mendaki tangga-tangga menuju puncak taqwa. Instrospeksi, menghayati keagungan Allah, berdoa dengan khusyu’ adalah sarana lain yang bisa mengantarkan kita ke gerbang taqwa.
Adapun sarana-sarana penunjang agar kita bisa merasakan ketaqwaan selain yang disebutkan diatas, di antaranya ada 5 hal penting:
1.      Mahabbatullah atau mencintai Allah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Kecintaan kepada Allah itu ibarat pohon dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di hadapan Dzat yang dicintainya, batangnya adalah mengenal Allah, rantingnya adalah rasa takut kepada siksa-Nya, daunnya adalah rasa malu terhadap-Nya, buah yang dihasilkan adalah taat kepada-Nya, bahan penyiramnya adalah dzikir kepada-Nya, kapan saja, jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah mahabbahnya kepada Allah”. (Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).
2.      Merasakan adanya pengawasan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
 وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hadid: 4).
Makna ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah mengawasi dan menyaksikan perbuatanmu kapan saja dan di mana saja kamu berada. Di darat ataupun di laut, pada waktu malam maupun siang. Di rumah kediamanmu maupun di ruang terbuka. Segala sesuatu berada dalam ilmu-Nya, Dia dengarkan perkataanmu, melihat tempat tinggalmu, di mana saja adanya dan Dia mengetahui apa yang kamu sembunyikan serta yang kamu fikirkan”. (Tafsir Al-Qur’anul Adzim, IV/304).


3.      Menjauhi penyakit hati
Di dunia ini tidak ada yang namanya kejahatan dan bencana besar, kecuali penyebabnya adalah perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Adapun penyebab dosa itu teramat banyak sekali, di antaranya penyakit hati, penyakit yang cukup kronis, yang menimpa banyak manusia, seperti dengki, yang tidak senang kebahagiaan menghinggap kepada orang lain, atau ghibah yang selalu membicarakan aib orang lain, dan satu penyakit yang tidak akan diampuni oleh Allah yaitu Syirik. Oleh karena itu mari kita berlindung kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dari penyakit itu semua.
4.      Menundukkan hawa nafsu
Apabila kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan dan tanda adanya nilai takwa dalam pribadi kita serta di akhirat mendapat balasan Surga. Seperti firman Allah:
 وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.” (An-Nazi’at: 40-41)
5.      Mewaspadai tipu daya syaithan
Seperti kita ketahui bersama bahwasanya syaithan menghalangi orang-orang mu’min dengan beberapa penghalang, yang pertama adalah kufur, jikalau seseorang selamat dari kekufuran, maka syaithan menggunakan caranya yang kedua yaitu berupa bid’ah, jika selamat pula maka ia menggunakan cara yang ketiga yaitu dengan dosa-dosa besar, jika masih tak berhasil dengan cara ini ia menggoda dengan perbuatan mubah perkara yang diperbolehkan, sehingga manusia menyibukkan dirinya dalam perkara ini, jika tidak mampu juga maka syaithan akan menyerahkan bala tentaranya untuk menimbulkan berbagai macam gangguan dan cobaan silih berganti.
Pakaian dan makanan kita yang halal dan thayyib serta membunuh angan yang jahat juga sarana yang demikian dahsyat ini akan membawa menuju singgasana taqwa.
Adapun ruang lingkup taqwa itu sendiri adalah sebagai berikut:
1.   Hubungan Manusia Dengan Allah
Hubungan mansuia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi takwa pertama, menurut ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa seperti telah disinggung pada awal kajian ini, merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain.
Ketakwaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara lain sebagai contoh :
  1. Beriman kepada Allah.
  2. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan shalat lima kali sehari semalam.
  3. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan semua pemberian Allah kepada mansuia.
  4. Bersabar menerima cobaan Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah atau menerima bencana.
  5. Memohon ampun atas segala dosa dan tobat dalam makna sadar untuk tidak lagi melakukan segala perbuatan jahat atau tercela.
2.   Hubungan Manusia Dengan Hati Nurani Atau Dirinya Sendiri
Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sendiri sebagai dimensi takwa yang kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan Tuhan dalam berbagai ayat al-Qur’an. Diantaranya : sbar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri, dan mengembangkan semua sikap yang terkandung dalamakhlak aau budi pekerti yang baik.
3.   Hubungan Manusia Dengan Sesama Manusia
Hubungan manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat dapat dipelihara, antara lain dengan : tolong menolong, bantu membantu, suka memaafkan kesalahan orang lain, menepati janji, lapang dada, dan menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain.

4.   Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Hidup
Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan tersebut adalah bahwa manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya empat T yakni empat (kesadaran) tanggung jawab yaitu :
1. Tanggung jawab kepada Allah.
2. Tanggung jawab kepada hati nurani sendiri
3. Tanggung jawab kepada manusia lain
4. tanggung jawab untuk memelihara lingkungan
Takwa dalam makna memenuhi kewajiban perintah Allah yang menajdi kewajiban manusia takwa untuk melaksanakannya pada pokoknya adalah :
1. Kewajiban kepada Allah
Kewajiban ini harus ditunikan manusia, untuk memenuhi tujuan hidup dan kehidupannya di dunia ini yakni mengabdi kepada Ilahi, “Tidak kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepadaKu,” demikian makna firman Tuhan dalam al-Qur’an surat az-Dzariyat (51) ayat 56.
Misalnya : kewajiban shalat, kewajiban zakat, kewajiban menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
2. Kewajiban kepada diri sendiri
Kepajiban kepada diri sendiri adalah fardu ‘ain bagi setiap muslim dan muslimat untuk melakukannya.
3. Kewajiban kepada masyarakat
Kewajiban ini merupakan dimensi ketiga pelaksanaan takwa. Kewajiban ini mulai dari :
a. Kewajiban terhadap keluarga
b. Kewajiban terhadap tetangga
c. Kewajiban terhadap masyarakat luas
d. Kewajajiban terhadap negara
4. Kewajiban terhadap lingkungan hidup
Kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat disimpulkan dari pernyataan Tuhan dalam al-Qur’an yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi di daratan dan dilautan, karena (ulah) tangan manusia, yang tidak mensyukuri kurnia Ilahi. Untuk mencegah derita yang dirasakan oleh manusia.
Manusia yang telah mencapai Ketaqwaan sesuai dengan ciri dan karakteristik ruang lingkup taqwa diatas memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ulama. Al-Alamah Abu Su’ud membaginya menjadi tiga tingkatan; takwa dari kekufuran, takwa dari perbuatan dosa dan takwa dari hal-hal kecil yang memalingkan kita dari Allah SWT. Imam Al-Fakihani juga membagi takwa menjadi tiga, yaitu takwa dari syirik, takwa dari bid’ah dan takwa dari perbuatan maksiat. Kemudian para imam-imam yang lain juga membagi takwa dengan beberapa tingkatan, yang pada intinya menunjukkan bahwa takwa itu tidak satu derajat. Dan dari pembagian para ulama tadi dapat kita simpulkan mengenai tingkatan ketaqwaan sebagai berikut:
1. (تقوى الكفر والشرك) Takwa dari kekufuran dan kesyirikan.
Yaitu sebuah sikap yang benar-benar menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau kekufuran dan kemusyrikan hingga sampai pada hal yang sekecil-kecilnya, untuk kemudian mengimplementasikan pengesaan Allah dalam masalah keuluhiyahan , kerububiyahan dengan merealisasikan ibadah hanya kepada-Nya. Allah swt berfirman dalam Al-qur’an:
هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ
Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nyadan berhak memberi ampun.
Mengenai ayat ini, dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Rasulullah SAW membaca ayat ini, kemudian berkata, ‘Allah SWT berkata; Aku adalah Dzat yang patut ditaqwai. Dan barang siapa yang tidak menjadikan tuhan lain bersama-Ku, maka aku berhak untuk mengampuninya.’ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi). Takwa dari kekufuran dan kesyirikan ini merupakan pangkal dari segala bentuk ketaqwaan. Karena dengan taqwa dari kekufuran dan kemusyrikan inilah seseorang dapat memiliki aqidah yang benar dan keimanan yang mengakar dalam jiwa. Sementara kedua hal ini merupakan satu-satunya penopang bagi insan untuk dapat menjauhi larangan-larangan Allah dan mengerjakan segala perintah Allah dengah hati ikhlas, dan hanya mengharap ridha-Nya. Apalagi blia diingat bahwa tauhid merupakan pondasi keimanan bagi setiap muslim, yang akan menentukan roboh tidaknya suatu bangunan keimanan.

2. (تقوى المحرمات) Takwa dari hal-hal yang diharamkan Allah.
Yaitu taqwa dengan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang diharamkan Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلاَ تُكْثِرْ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda; ‘Bertakwalah kalian terhadap hal-hal yang diharamkan Allah, niscaya engkau akan menjadi hamba yang paling baik. Dan ridhalah terhadap apa yang Allah berikan pada kalian, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling kaya. Dan berbuat baiklah kalian terhadap tetangga kalian, niscaya engkan akan menjadi orang mukmin. Cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, niscaya engkau akan menjadi muslim. Dan janganlah kalian memperbanyak tertawa, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati. (HR. Tirmidzi)
Di sini setiap muslim dituntut untuk berusaha dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk menjauhi segala bentuk kemaksiatan kepada Allah SWT, baik yang dzahir (yang terlihat) maupun yang batin (yang tidak terlihat). Karena kemaksiatan merupakan ciri dari tidak adanya ketaqwaan kepada Allah SWT.

3. (تقوى الشبهات) Takwa dari hal-hal syubhat.
Yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang ‘samar’ antara halal dan haram. Dan sebagian besar manusia tidak mengetahui hukumnya secara pasti kehalalan atau keharamannya. Oleh karena itulah, seorang yang bertakwa hendaknya menghindarkan diri dari hal-hal seperti ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Dari Nu’man bin Bassyir, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu juga jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar (syubhat) yang tidak diketehui oleh kebanyakan manusia. Barang siapa yang bertakwa menjauhkan diri dari hal-hal syubhat tersebut maka ia berarti telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam kesyubhatan, maka ia seumpama pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar tempat yang terlarang, yang hampir-hampir ia menjerumuskan ternaknya ke tempat tersebut. Ketahuilah, bahwa pada setiap raja memiliki tempat-tempat larangan. Maka ketahuilah bahwa larangan Allah di bumi ini adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah bahwa dalam jasad manusia terdapat segumpal darah, yang apabila ia baik, maka baik pulalah seluruh jasadnya, dan apabila ia buruk, maka buruk pulalan seluruh jasadnya. Kethuilah bahwa sesuatu itu adalah hati. (HR. Bukhari)

4. (اتقاء ما لا بأس به من المباحات مخافة الوقوع في المكروهات أو المباحات) Takwa dari hal-hal yang tidak ada apa-apanya, karena takut terjerumus dalam kemakruhan dan syubhat.
Atau dengan bahasa lain, meninggalkan sesuatu yang tidak ada apa-apanya, karena khawatir ada apa-apanya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لاَ بَأْسَ بِهِ
حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ
Rasulullah SAW bersabda, ‘seorang hamba tidak akan mencapai derajat taqwa, hingga ia meninggalkan sesuatu yang tidak apa-apanya, karena khawatir ada apa-apanya.(HR. Tirmidzi)
Hal ini seperti umpamanya banyak ngobrol, sering jajan makanan, banyak tertawa, memakai pakaian yang bagus-bagus, tidak berlebihan dalam masalah halal dan lain sebagainya. Karena ia khawatir bahwa hal tersebuy akan menjerumuskannya pada kemakhruhan atau hal-hal syubhat.

5. (تقوى الله حق تقاته) Taqwallah haqa tuqatih (taqwa dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya).
Dan hal ini sebenarnya merupakan perintah Allah SWT terhadap seluruh hamba-hamba-Nya. Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya. Dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan islam (menyerahkan diri)” (QS. 3: 102)

Mengenai taqwa yang sebenar-benarnya ini, ibnu Abbas pernah mengatakan:
حق تقاته أن يجاهدوا في سبيله حق جهاده ولا تأخذهم في الله لومة لائم، ويقوموا بالقسط
ولو على أنفسهم وآباءهم وأبناءهم
“Taqwa yang sebenar-benarnya adalah bahwa seseorang itu berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dan tidak (mengambil peduli) terhadap orang-orang yang mencela mereka di jalan Allah, dan menegakkan keadilan meskipun terhadap dirimereka sendiri, orang tua mereka atau anak-anak mereka.”
Taqwa dengan yang sebenar-benarnya ini, adalah gabungan dari seluruh ketaqwaan yang ada di atas. Dia juga termasuk takwa teradap kekufuran dan kesyirikan, takwa terhadap hal-hal yang diharamkan Allah SWT, takwa terhadap syubhat dan takwa terhadap hal-hal yang tidak ada apa-apanya karena khawatir terjerumus pada hal-hal kemakruhan dan syubhat.
Manusia yang telah mencapai ciri dan karakterisrik dari ruang lingkup taqwa diatas di atas akan memetik buah ranum dan manisnya taqwa. Bukan hanya individual sifatnya namun masyarakat juga akan menikmatinya. Orang yang bertaqwa akan mendapatkan banyak sekali ganjaran dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Diantaranya adalah:
1. Mendapatkan pujian dan sanjungan dari Allah SWT.
Hal ini terlihat jelas manakala kita membuka-buka lembaran-lembaran kitab suci Al-Qur’an, disana banyak sekali pujian yang Allah berikan pada orang yang bertaqwa. Diantaranya adalah:
a. Dalam awal surat al-Baqarah, ketika Allah menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa… Allah menutupnya dengan ungkapan yang sangat halus dan manis, “mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Rab mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. 2 : 1-5)
b. Allah memuji ketaqwaan sebagai suatu urusan yang patut diutamakan. Allah mengatakan dalam QS. 3 : 186:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
Dan jika kalian bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu merupakan termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. 3 : 186)

2. Mendapatkan dukungan, pertolongan, penjagaan dan pemeliharaan Allah dari makar para musuh-musuh Allah.
Allah SWT berfirman dalam QS. 16: 127 – 128):
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلاَّ بِاللَّهِ وَلاَ تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلاَ تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ(127)إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ - 128
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Kemudian dalam ayat lain Allah mengatakan, bahwa jika kalian menolong Allah maka Allah akan menolong kalian (QS. 47: 7). Dan menolong Allah itu merupakan slah satu bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Kemudian juga dalam surat Ali Imran (QS. 3 : 120) , Allah SWT mengatakan:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
dan jika kalian bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendaangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang mereka lakukan.
3. Mendapatkan cinta Allah.
Hal ini digambarkan dalam surat Ali Imran (QS. 3: 76)
بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.

4. Islahul Amal (memperbaiki amalan)
Mengenai hal ini Allah SWT mengatakan dalam QS. 33 : 70-71
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا*
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

5. Diampuni dosa dan kesalahan
Orang yang bertaqwa akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT, sebagaimana yang Allah firmankan dalam QS. 33 : 70 – 71 diatas. Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 65: 5)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.
6. Mendapatkan furqan, antara haq dan bathil
Ketaqwaan akan mendatangkan furqan bagi seseorang untuk dapat membedakan antara haq dan bathil. Allah SWT mengatakan dalam QS. Al-Anfal (8 : 29)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.

7. Mendapatkan kabar gembira baik di dunia maupun di akhirat.
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(62)الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ(63)لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.
8. Melapangkan rizki, memudahkan kesulitan dan mendapatkan berkah dari langit dan bumi.
Hal ini Allah gambarkan dalam Al-Qur’an, (QS. 65 : 2-3)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan pada mereka jalan keluar, dan Allah akan memberikan rezeki yang tidak di sangka-sangka.
Kemudian dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 7 : 96)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

9. Mendapatkan keselamatan dari azab kubur dan azab neraka
Allah berfirman dalam QS 19 : 72
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.

10. Mendapatkan surga
Allah berfirman QS. 54 : 54-55
الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ* فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa.
Selain keterangan-keterangan diatas manusia yang taqwa Allah akan selalu bersama langkah dan pikirnya (Sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (QS. An-Nahl; 128), mendapat manfaat dari apa yang dibaca di dalam Al-Qur`an (QS. Al-Baqarah; 2), lepas dari gangguan syetan –“sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kepada Allah maka seketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. Al-A’raf: 35), diterima amal-amalnya (QS. Al-Maidah: 27), mendapatkan kemudahan setelah kesulitan dan mendapat jalan keluar setelah kesempitan (QS. Ath-Thalaq: 2 dan 4).
Manusia taqwa akan memiliki firasat yang tajam, mata hati yang peka dan sensitif sehingga dengan mudah mampu membedakan mana yang hak dan mana pula yang batil. (QS. Al-Anfaal : 29).
Mata hati manusia taqwa adalah mata hati yang bersih yang tidak terkotori dosa-dosa dan maksiat, karenanya akan gampang baginya untuk masuk surga yang memiliki luas seluas langit dan bumi yang Allah peruntukkan untuk orang-orang yang bertaqwa (QS. Ali Imran: 133 dan Al-Baqarah: 211).
Taqwa yang terhimpun dalam individu-individu ini akan melahirkan keamanan dalam masyarakat. Masyarakat akan merasa tenteram dengan kehadiran mereka. Sebaliknya pupusnya taqwa akan menimbulkan sisi negatif yang demikian parah dan melelahkan. Umat ini akan lemah dan selalu dilemahkan, akan menyebar penyakit moral dan penyakit hati. Kezhaliman akan merajalela, adzab akan banyak menimpa. Masyarakat akan terampas rasa aman dan kenikmatan hidupnya. Masyarakat akan terenggut keadilannya, masyarakat akan hilang hak-haknya.
Semakin taqwa seseorang -baik dalam tataran individu, sosial, politik, budaya, ekonomi- maka akan lahir pula keamanan dan ketenteraman, akan semakin marak keadilan, akan semakin menyebar kedamaian. Taqwa akan melahirkan individu dan masyarakat yang memiliki kepekaaan Ilahi yang memantulkan sifat-sifat Rabbani dan insani pada dirinya.

BAB III
KESIMPULAN
Orang yang telah meraih derajat taqwa sudah tentu akan taat dan patuh terhadap perintah Allah serta menjauhi laranganNya. Ia takut kepada Allah dengan kapasitas sebagai hamba yang mengabdi. Ia senantiasa mawas diri, perbuatan serta amal ibadahnya semata-mata hanya karena Allah. Jika merasa berbuat salah, dengan segera ia memohon ampun dan mengimbangi kesalahan tersebut dengan amal shaleh.
Allah menggambarkan manusia yang mencapai posisi demikian itu yang disebut dalam Al Qur’an dengan gelar yang sangat indah “ibadurrahman”, yang berarti hamba yang pengasih. Mereka yang sudah bergelar Ibadurrahman akan selalu berhati-hati dalam bertindak pada kehidupan di dunia ini.
Ibadah, amal shaleh dan kebaikan yang dilakukannya sudah tidak lagi terpaku pada bulan-bulan tertentu. Namun di bulan Ramadhan frekuensi dan intensitas ibadah akan lebih meningkat lagi. Tak hanya siang hari, ia akan menghidupkan malam-malam di bulan Ramadhan dengan aktivitas ibadah baik berupa taddarus Al Qur’an, shalat malam, I’tikaf maupun bermunajat kepada Allah SWT.
Maka dari itu orang yang bertakwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran: mengerjakan suruhan-Nya, tidak melanggar larangan-Nya, takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang takwa adalah orang yang menjaga (membentengi) diri dari kejahatan; memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridai Allah; bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku dan perbuatannya, dan memenuhi kewajiban.
Cukuplah kiranya, keutamaan dan pengaruh taqwa merupakan sumber segala kebaikan di masyarakat, sebagai satu-satunya cara untuk mencegah kerusakan, kejahatan dan perbuatan dosa. Bahkan, taqwa merupakan pilar utama dalam pembinaan jiwa dan akhlak seseorang dalam rangka menghadapi fenomena kehidupan. Agar ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan agar ia bersabar atas segala ujian dan cobaan. Itulah hakikat taqwa dan itulah pengaruhnya yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terbelenggu Kata

                                                        ...